Jakarta,Jejakpos.id – Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah syarat batas usia calon kepala daerah menimbulkan permasalahan karena bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada). Menurut Profesor Mahfud dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, keputusan MA tersebut akan menimbulkan kesimpangsiuran ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusun peraturan KPU sebagai aturan pendaftaran calon kepala daerah 2024. Masalah ini juga akan dilihat sebagai pertanda semakin buruknya praktik hukum di Indonesia dan semakin besarnya penyimpangan terhadap prinsip-prinsip peradilan.
“Karena mau dikatakan jangan dilaksanakan, itu sudah putusan MA. Mau dilaksanakan putusan MA-nya itu bertentangan dengan Undang-Undang dan kewenangannya. Terus siapa yang mau meluruskan ini? Kan seharusnya MA yang meluruskannya. Sementara MA sendiri bungkam kan,” kata Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (5/6/2024). Mahfud menganggap, cara berhukum di Indonesia sudah dirusak, termasuk dengan terbitnya putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, yang mencabut Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai syarat penghitungan usia calon kepala daerah.
Dia mengatakan, putusan MA destruktif bahkan cacat hukum karena ada indikasi mereka telah melampaui kewenangannya. Mahfud menjelaskan, Pasal 7 Ayat (1) UU Pilkada sudah jelas menyebut kententuan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah. Kemudian, Ayat (2) mengatur soal persyaratan termasuk soal usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur. Lalu, minimal 25 tahun untuk calon bupati dan/atau calon wakil bupati, serta calon walikota dan/atau calon walikota.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, sudah jelas bahwa persyaratan yang diatur pada Pasal 7 Ayat (2) UU Pilkada adalah untuk mencalonkan dan dicalonkan menjadi kepala daerah. Dengan demikian, peraturan yang dibuat KPU sudah sesuai dengan UU Pilkada jika mensyaratkan batasan umur dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah. “Ini tiba-tiba dibatalkan katanya bertentangan, lah bertentangan dengan yang mana. Peraturan KPU sudah benar,” ujar Mahfud. “Oleh sebab itu, kalau memang itu mau diterima putusan MA berarti dia membatalkan isi Undang-Undang. Sedangkan menurut hukum kita, menurut konstitusi kita, MA itu tidak boleh melakukan judicial review atau membatalkan isi Undang-Undang,” lanjut Mahfud.
Atas dasar itulah, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menyebut bahwa MA melampaui kewenangannya. Mahfud lantas menegaskan kewenangan MA hanya buat menguji legalitas seperti Peraturan KPU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden terhadap Undang-Undang.