JEJAKPOS.ID, JAKARTA – Proses seleksi CPNS 2024 kembali menjadi sorotan setelah sejumlah peserta ujian Psikotes mengungkapkan adanya ketidakpastian dalam penilaian hasil tes yang diadakan oleh Panitia Psikotes. Salah satu peserta yang mengikuti ujian pada hari pertama melaporkan bahwa panitia meminta seluruh peserta untuk memfoto nilai akhir dan mengunggah hasil tersebut ke tautan yang disediakan, yakni https://bit.ly/unggahnilai-psikotes2024.
Peserta mengaku heran dengan prosedur tersebut, mempertanyakan mengapa aplikasi Safe Exam Browser (SEB) yang digunakan dalam ujian tidak memiliki fitur “auto save” yang secara otomatis menyimpan data nilai semua peserta. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait keandalan sistem penilaian yang digunakan dalam seleksi CPNS tahun ini.
Permasalahan semakin berkembang ketika Panitia Psikotes mengonfirmasi adanya kekeliruan dalam perhitungan hasil tes. Mereka menyatakan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara hasil hitung manual dengan yang tertera dalam aplikasi psikotes. Informasi ini diperkuat dengan pernyataan dari admin Kementerian PUPR yang disampaikan melalui platform X (sebelumnya Twitter), yang menyebutkan, “yang mungkin salah adalah formula menghitung skor akhirnya.”
Sejumlah peserta, termasuk narasumber utama, merasa dirugikan dengan kejadian ini. Mereka menyatakan adanya ketidakpastian hukum terkait hasil nilai yang diperoleh. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, disebutkan bahwa asas pemerintahan yang baik meliputi kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Tindakan yang dilakukan panitia dianggap melanggar asas tersebut.
Peserta juga menyoroti bahwa sebagai warga masyarakat, mereka seharusnya diperlakukan secara humanis dan tidak sewenang-wenang, sebagaimana dijelaskan dalam UU yang sama bahwa “penggunaan kekuasaan negara terhadap warga masyarakat bukanlah tanpa persyaratan. Warga masyarakat tidak dapat diperlakukan secara sewenang-wenang sebagai objek.”
Kementerian PUPR seharusnya dapat mengumumkan hasil perhitungan yang jelas dan tepat kepada peserta sebelum dilakukannya tes SKB CAT agar tidak terjadi ketidakpastian hukum. Namun, hal ini tidak dilakukan, sehingga memunculkan pertanyaan apakah peserta diperlakukan sebagai objek atau subjek.
Adanya perbedaan nilai antara aplikasi psikotes dengan pengumuman resmi merupakan kelalaian yang dilakukan oleh Panitia Psikotes. Perhitungan ulang secara manual terhadap nilai peserta yang dilakukan oleh Panitia Psikotes dalam hal ini Penyedia Jasa merupakan pertanggungjawaban Penyedia Jasa terhadap Kementerian PUPR. Namun, bagaimana dengan tanggung jawab Kementerian PUPR sebagai instansi pemerintah terhadap masyarakat?
Panitia Psikotes dianggap lalai dengan tidak memberikan kepastian hukum kepada peserta. Kementerian PUPR juga tidak cermat dalam mengambil keputusan dan tidak menjunjung tinggi kepentingan umum seperti diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan. Kementerian PUPR sebagai instansi pemerintah dapat melakukan “DISPENSASI” atas kelalaian yang dilakukan oleh Penyedia Jasa, sesuai dengan Pasal 1 angka 21 UU Administrasi Pemerintahan, atau melakukan “PERUBAHAN KEPUTUSAN” sebagaimana diatur dalam Pasal 63 UU yang sama.