Jakarta, Jejakpos.id – Kotak kosong dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan pilihan politik yang disodorkan kepada pemilih. Pada Pilkada 2024, sebanyak 43 daerah berpotensi hanya diikuti oleh satu pasangan calon yang nantinya harus melawan kotak kosong.
Anggota dewan pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan bahwa kotak kosong disediakan sebagai alternatif pilihan politik bagi pemilih. Kotak kosong dalam surat suara, sambungnya, merupakan jawaban jika pemilih tidak bersedia dipimpin oleh calon tunggal yang maju.
“Di dalam pilihan, ketika hanya diikuti oleh calon tunggal, pemilih ditanya, bersetuju tidak terhadap calon tunggal? Kalau tidak setuju, dia boleh pilih kotak kosong,” kata Titi dalam diskusi daring yang digelar The Constitutional Democracy Initiative (Consid), Minggu (1/9/2024).
Titi menjelaskan, di Indonesia, konsep kotak kosong hanya diakomodir dalam kontestasi pilkada saat pasangan calon yang mendaftar hanya satu saja. Padahal, di luar negeri, “kotak kosong” yang memiliki istilah berbeda-beda tak hanya berlaku saat kontestasi pemilihan hanya diikuti satu calon.
India, misalnya, memiliki konsep “kotak kosong” dengan nama none of the above (NOTA). Istilah itu juga dikenal di negara lain seperti Kolombia (voto en blanco), Prancis (vote blanc), Kanada (I don’t support anyone).
Karena dalam pemilu Indonesia tak mengenal kotak kosong, pemilih yang apatis dengan caleg dan capres-cawapres memilih untuk merusak surat suara sebagai bentuk ketidaksetujuan dengan calon yang tersedia.
“NOTA berbeda dengan abstain. Kalau abstain, pemilih tidak memberikan suara, merusak surat suara, atau yang pragmatis, bisa tidak datang ke TPS. Tapi kalau NOTA, seperti kotak kosong, dia disediakan pada surat suara, bahkan kalau calonnya lebih dari satu,” jelas Titi.
Menurut Titi, sistem hukum pilkada di Tanah Air hanya memungkinkan kotak kosong saat kontestasi hanya diikutsertakan oleh satu pasangan calon. Oleh karena itu, jika pemilih merusak surat suara sebagai bentuk ketidaksukaan terhadap calon tunggal, kotak kosong tetap berpotensi kalah.
“Kalau suara tidak sah sampai 90%, tidak memengaruhi. Pemenang tetap calon dengan suara terbanyak,” tuturnya.