Jakarta, Jejakpos.id – Program 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran mendapat dukungan penuh dari berbagai kementerian.
Dukungan tersebut terungkap dalam dialog interaktif sesi kedua Program 3 Juta Rumah: Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat yang diselenggarakan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), di Jakarta, pada Jumat (29/11/2024).
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah dalam sambutannya mengungkapkan bahwa Program 3 Juta Rumah dilandasi oleh keprihatinan Presiden Prabowo Subianto terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak tidak terdata dan tidak memiliki rumah layak huni.
Banyak di antaranya yang terpaksa tinggal di pemukiman kumuh atau menggelandang di perkotaan karena keterbatasan ekonomi.
“Misinya bukan hanya untuk membangun rumah, tetapi juga memberantas kemiskinan. Banyak masyarakat yang belum memiliki fasilitas dasar seperti MCK, sehingga terpaksa buang air besar di sungai. Kami tidak ingin datang dan pergi tanpa perubahan berarti,” tegas Fahri.
Rencana Peningkatan Kuota FLPP
Salah satu langkah utama dalam merealisasikan program ini adalah peningkatan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang saat ini berjumlah 220.000 unit rumah.
Kementerian PKP berencana untuk menaikkan kuota FLPP menjadi 800.000 unit pada 2025, sebuah rencana yang juga mendapat dukungan dari Kementerian Keuangan sebagai pengatur anggaran negara.
Menteri PKP Maruarar Sirait menjelaskan bahwa peningkatan kuota FLPP diperlukan untuk mengatasi masalah keterbatasan kuota yang selama ini menjadi hambatan, padahal permintaan sangat tinggi.
“FLPP adalah program yang sangat efektif, namun kuotanya terbatas. Kami perlu melanjutkan program ini untuk memastikan lebih banyak masyarakat yang dapat memiliki rumah layak huni,” ujar Maruarar.
Untuk mengurangi beban keuangan negara, Kementerian PKP merencanakan perubahan skema pembiayaan FLPP.
Rencana tersebut mencakup pembagian porsi pembiayaan menjadi 50% dari negara dan 50% dari perbankan, dengan perpanjangan tenor kredit menjadi 30 tahun agar angsuran lebih terjangkau bagi masyarakat.
Saat ini, pembagian proporsi FLPP adalah 75% dari APBN dan 25% dari perbankan, dengan tenor 20 tahun.
BTN pun menyatakan kesiapan untuk mendukung peningkatan kuota FLPP tersebut.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menambahkan bahwa sekitar 46.000 aplikasi KPR telah disetujui oleh BTN, namun masih menunggu kuota FLPP.
Ia mengungkapkan bahwa BTN tengah mendiskusikan teknis pelaksanaan untuk menaikkan kuota KPR Subsidi dari 200.000 menjadi 800.000 unit.
Namun, kenaikan kuota FLPP menjadi 800.000 unit tentu memerlukan pendanaan yang lebih besar.
Nixon memperkirakan bahwa dana yang dibutuhkan akan melebihi Rp70 triliun, jauh lebih besar dari dana FLPP saat ini yang sekitar Rp30 triliun.
BTN juga sedang mencari sumber pendanaan alternatif, seperti penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri, yang diperkirakan bisa mencapai Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.
“Selain menyiapkan dana pihak ketiga (DPK), kami juga berharap obligasi yang diterbitkan BTN bisa dijamin pemerintah, sehingga biaya pendanaan lebih murah dan skala pendanaannya lebih besar,” jelas Nixon.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menambahkan bahwa pihaknya akan berdiskusi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk memastikan dukungan regulasi terkait likuiditas jangka panjang bagi BTN.
“Kami sedang mencari cara agar BTN bisa menerbitkan obligasi hingga 15 tahun, agar BTN dapat memiliki pendanaan yang cukup untuk mendukung Program 3 Juta Rumah,” katanya.
Penyelesaian Kredit Macet
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut memberikan dukungan untuk kelancaran Program 3 Juta Rumah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memastikan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan tagihan kredit macet di bank BUMN akan membantu menyelesaikan masalah pengajuan KPR Subsidi, terutama bagi calon debitur yang memiliki catatan utang macet di pinjaman online (pinjol).
“Dengan penghapusan tagihan ini, para petani dan nelayan yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK akan memiliki kesempatan untuk mengajukan kredit, termasuk kredit perumahan,” ujar Dian.