Jakarta, Jejakpos.id – Tugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) usai pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 semakin berat, tidak hanya mengawasi persiapan Pilkada Serentak 2024, jajaran pengawas juga siaga mengawasi tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024, termasuk pemungutan suara ulang (PSU).
Tahapan Pilkada Serentak 2024 dengan PSU Pileg 2024 di sejumlah tempat dan perintah MK lainnya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) digelar, anggota Bawaslu RI Puadi meminta jajaran mencegah adanya pelanggaran, baik selama tahapan pilkada maupun pelanggaran kembali saat KPU melaksanakan amanat putusan MK.
MK juga memerintahkan KPU untuk melakukan penghitungan suara ulang, penyandingan suara, serta rekapitulasi ulang di beberapa tempat. Puadi mengingatkan pelaksanaan pengawasan saat PSU dan tahapan lain berdasarkan putusan MK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Hati-hati, jangan sampai ada godaan-godaan terhadap penyelenggara pemilu seperti disuap oleh sekelompok orang atau salah satu tim yang dapat memengaruhi hasil penghitungan, pencermatan, atau penyandingan,” kata Puadi, Minggu (16/6/2024).
Untuk pengawasan Pilkada 2024, ia memerintahkan jajaran pengawas untuk lebih cermat dalam mengawasi tahapan pemutakhiran data pemilih. Pasalnya, pemutakhiran data pemilih menjadi akar dari persoalan seluruh tahapan, baik di pemilu maupun pilkada.
“Tolong jangan lengah dan harus dapat mengantisipasi untuk meminimalkan terjadinya dugaan pelanggaran berkaitan dengan pemutakhiran data pemilih,” ucapnya.
Di samping itu, Puadi juga meningkatkan potensi dugaan pelanggaran lain selama tahapan Pilkada 2024, yakni netralitas aparatur sipil negara (ASN). Ia meminta seluruh elemen di Bawaslu untuk membangun tim yang solid dan tidak takut saat mengambil keputusan maupun penanganan dugaan pelanggaran saat PSU Pemilu 2024 maupun Pilkada Serentak 2024.
Anggota Bawaslu RI lainnya, Lolly Suhenty menyebut pengawasan partisipatif terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 dapat dilakukan saat ini mengingat sifatnya yang dekat dengan masyarakat melalui informasi di media sosial.
“Karena sangat dekat, maka potensi kerawanan. Misal, timbulnya perpecahan SARA karena era digitalisasi membuat berita tidak akurat bertebaran di mana-mana,” jelasnya.