Jakarta, Jejakpos.id – Tim negosiasi Israel menyatakan “optimisme yang hati-hati” soal kesepakatan gencatan senjata di Gaza setelah bergulirnya perundingan di Doha, Qatar.
Frasa ini diberikan ketika merasa ada alasan untuk mengharapkan hasil yang baik meskipun tidak mengharapkan keberhasilan.
“Tim tersebut menyatakan optimisme hati-hati kepada perdana menteri mengenai kemungkinan kemajuan menuju kesepakatan berdasarkan proposal Amerika Serikat yang terbaru,” kata pernyataan kantor PM Benjamin Netanyahu pada Sabtu (17/08/2024), dikutip dari AFP.
Dalam proposal perundingan gencatan senjata yang didorong Israel itu, salah satunya soal keinginan Negeri Zionis itu untuk mempertahankan pasukan militer di wilayah Gaza. Israel juga ingin tetap memegang kendali di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.
Tak cuma itu, Negara Zionis juga menuntut hak veto atas tahanan-tahanan Palestina yang akan dipertukarkan, memiliki hak mendeportasi beberapa tahanan Palestina dibanding memulangkan tahanan tanpa peradilan itu ke negaranya.
Namun, kelompok Hamas menolak syarat-syarat baru yang diajukan Israel tersebut. Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, pemulangan normal para pengungsi, serta kesepakatan pertukaran tahanan.
“Ada harapan bahwa tekanan berat terhadap Hamas dari Amerika Serikat dan para mediator akan mengarah pada pencabutan penentangan mereka terhadap proposal AS yang berpotensi memungkinkan terobosan dalam negosiasi,” ujar kantor PM Netanyahu.
Mediator perundingan, yakni Mesir, Qatar, dan AS, berupaya menyelesaikan perincian kerangka kerja yang awalnya digariskan oleh Presiden AS Joe Biden pada Mei lalu. Mereka mengklaim perundingan yang berlangsung dua hari di Doha itu serius dan konstruktif.
Dalam pernyataan bersama, para mediator mengatakan AS telah mengajukan ‘proposal penghubung’ yang segera dapat diterapkan untuk mencapai kata sepakat.
Tekanan diplomatik terhadap Israel untuk menyetujui gencatan senjata telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir.
Sementara itu, sejak 7 Oktober 2023, agresi Israel telah menewaskan lebih dari 40 ribu orang Palestina yang mayoritas terdiri dari anak-anak dan perempuan.