Jakarta, Jejakpos.id – Kemerosotan moraldi kalangan pejabat, baik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, menjadi sorotan. Mantan Menko Polhukam RI, Prof Mahfud MD mengatakan, kemerosotan moral diindikasikan dengan banyaknya pejabat yang tidak merasakan malu ketika mereka ketahuan melanggar hukum.
Bahkan, Mahfud menyebut, banyak orang munafik di pemerintahan kita. Orang tersebut melakukan sesuatu yang salah tapi merasa tidak bersalah.
“Dia melakukan sesuatu yang jelas-jelas melanggar moral dan kepantasan dalam masyarakat, tapi merasa tidak apa-apa karena katanya belum diputus oleh pengadilan bahwa dia bersalah,” terang Mahfud di UGM, saat menjadi pembicara dalam diskusi “Refleksi Moral Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Kongres Pancasila XII di UGM. Kamis (26/9/2024).
Sementara itu, intelektual PP Muhammadiyah Dr Sukidi mengatakan, untuk memperbaiki kemerosotan moral, negara ini membutuhkan sistem pendidikan karakter yang kuat dengan spirit pancasila.
“Karakter itulah yang menjadi penentu tentang kualitas kita sebagai manusia,” tandasnya.
Ia pun menegaskan pentingnya menerapkan sistem meritokrasi untuk menjalankan pemerintahan di negara ini. Ia pun mencontohkan meritokrasi di Singapura yang kunci kemajuan negara tersebut.
Waktu ke Waktu
Dalam sesi yang berbeda, filsuf Rocky Gerung menjelaskan, Pancasila adalah kompilasi dari pemikiran dunia, republic of ideas. Pancasila itu untuk menghasilkan percakapan, bukan didoktrinkan.
Pengamalan Pancasila mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pancasila di era Soekarno adalah sebuah konsep pedagogi, sedangkan di era Soeharto dijadikan persyaratan untuk menapis lawan politik.
Pada era reformasi, banyak orang mencoba memberi “isi baru” pada Pancasila karena adanya persoalan kesetaraan gender, lingkungan dan kebencanaan, tetapi tidak mampu didiskusikan lebih jauh.
Belakangan ini, Pancasila dijadikan rujukan moral untuk mengevaluasi etika politik. Pancasila digunakan untuk menginterupsi kekuasaan hari ini tidak ada politisi diasuh oleh pikiran.
Dosen Filsafat UGM, Agus Wahyudi mengatakan, konsep republik adalah gagasan untuk mencegah dan mengurangi kesewenang-wenangan kekuasaan (abuse of power). Menurutnya, sepanjang rakyat masih diajak ikut mengambil keputusan, berpartisipasi,bdan menunjukkan kepedulian, pertanda republik ini dalam kondisi sehat.
“Demokrasi yang sehat saat rakyat peduli. Jika rakyat tidak peduli, (itu) berarti republik tidak sehat,” terang dia.
Dosen Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menegaskan, proses berpolitik harus menggunakan akal sehat dan menggunakan argumentasi yang rasional.