Jakarta, Jejakpos.id – Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehtanan nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, para produsen diwajibkan untuk menyusun peta jalan pengurangan sampah dengan target pengurangan sampah yang ditetapkan adalah 30% dibandingkan dengan jumlah sampah yang dihasilkan pada tahun 2029. Namun, hingga kini partisipasi produsen masih sangat rendah dalam megimplementasikan aturan tersebut.
General Manager Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) Reza Andreanto, ada banyak tantangan yang dihadapi produsen dalam mengimplementasikan aturan tersebut, salah satunya masalah biaya.
“Karena ada atau tidak adanya paksaan, saat ini kita paham betul itu (pengurangan sampah) costly ketika dilakukan,” kata Reza, Senin (7/10/2024).
Ia menjelaskan, dalam Permen 75 tahun 2019, diharapkan bahwa produsen melakukan recycle kemasan hingga 50% di beberapa tipe kemasan. Selain itu, kemasannya pun dibatasi ukurannya. Hal itu jelas menjadi tantangan bagi produsen.
“Jadi bisa bayangkan gimana kesiapan industri daur ulang, supply, belum lagi nanti packagenya harus ada sanitasi higienitas yang melayakan ini sebagai sirkular ekonomi dan ini sangat menantang,” jelas dia.
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMI) Adi Lukman mengungkapkan, tantangan lainnya yang dihadapi produsen dalam menerapkan peta jalan pengurangan sampah ialah belum siapnya infrastruktur pengelolaan sampah di perkotaan.
“Kami dapat banyak laporan dari produsen, banyak produsen maupun rumah tangga yang memilah sampah. Namun di beberapa kabupaten/kota itu ada aturan bahwa sampah yang keliling ngambil itu dari pemda tidak boleh langsung sendiri. Tapi setelah dipilah, pada saat masuk ke truk langsung dicampur semuanya,” beber dia.
Padahal, menurut Adi, saat ini sudah banyak masyarakat maupun produsen yang concern terhadap pengelolaan sampah. Hal itu tentu perlu terus dipupuk dan dikembangkan agar bisa menciptakan Indonesia bersih.
Dalam hal penerapan Permen LHK 75 tahun 2019, Adi menilai perlu ada evaluasi pelaksanaannya dan dampaknya terhadap perusahaan.
“Oleh sebab itu apakah perlu insentif fiskal atau sebagainya, mungkin ide bagus juga bagaimana pemerintah mengusulkan yang sudah melaksanakan itu kita bikin roadmap 5 tahun pertama biaya yang timbul akibat ini bisa menjadi pengurang basis pajak, misalnya,” kata Adi.
“Ini kemudian 5 tahun kedua, apa, 5 tahun ketiga apa. Ini bisa menjadi satu hal yang menarik bagi perusahaan-perusahaan dan juga tentunya bagi pemerintah. Karena biaya penanganan lingkunagan akan berkurang, di satu sisi sebagai kompensasi perusahaan melakukan ini karena perusahaan juga pasti mengeluarkan biaya untuk melakukan hal-hal tersebut. Tentunya pemerintah, perusahaan dan asosiasi juga akan melakukan edukasi, ini juga perlu biaya. Jadi biaya seperti ini lah yang perlu kita pikirkan,” pungkas Adi.