Jakarta, Jejakpos.id – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan tak mempersoalkan usulan perubahan diksi “perampasan” pada RUU Perampasan Aset. Ia menilai yang terpenting ialah DPR segera mengesahkannya menjadi undang-undang.
“Kalau memang masalah judul mau diganti silakan. Yang jadi catayanialah segera dibahas dan disahkan,” kata Zaenur, melalui keterangannya, Sabtu (02/11/2024).
Selain itu, Zaenur juga menekankan isi dari RUU Perampasan Aset jika nanti disahkan. Ia mengatakan dalam UU nantinya harus memuat isi perampasan aset tanpa ada pengecualian.
“Sebenarnya Pukat punya catatan terhadap draf yang dihasilkan oleh pemerintah karena perampasan aset itu hanya bisa dilakukan ketika orangnya absen, apakah itu melarikan diri, tidak diketahui keberadaannya, meninggal dunia atau itu sudah diputus (pengadilan),” katanya.
“Yang menjadi aspirasi Pukat sejak awal adalah perampasan aset itu bisa dilaksanakan misalnya orang itu ada, ya itu yang penting,” katanya.
Sebelumnya dalam rapat Baleg, Wakil Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan diksi ‘perampasan’ dalam nama RUU Perampasan Aset yang saat ini didorong untuk masuk Prolegnas 2025. Doli mengatakan sebenarnya saat ini telah ada undang-undang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.
“Nah dan sebenarnya saya perlu tanya sama teman-teman hukum, kira-kira kalau lihat lucu-lucunya saja deh, gitu ya, UU Perampasan Aset, apakah diksi ‘perampasan’ itu baik untuk negara ini?” tanya Doli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan LBH Apik, JPPR, dan ICJR, di kompleks parlemen RI, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
“Kalau kita setiap hari ketemu orang dirampas atau merampas kira-kira itu berlaku baik atau tidak? Gitu,” tambahnya.
Adapun Doli menyebutkan, dalam United Nations Convention against Corruption (UNCAC), istilah yang digunakan adalah stolen asset recovery. Ia menekankan kata ‘pemulihan’ dalam diksi di bahasa Indonesia.
“Nah terus saya cari tahu ternyata rupanya di dalam UNCAC itu bahasa ininya adalah stolen asset recovery, ya. Kalau ‘recovery’ itu ya ‘pemulihan’. Lantas kenapa kita memilih kata ‘perampasan’ dibandingkan ‘pemulihan’ yang tertera di dalam UNCAC itu?” ujar politikus Golkar tersebut.
“Nah, saya mau kasih contoh maksudnya kami di Baleg di DPR ini pun sebetulnya sedang membahas itu, belum mengambil keputusan apa-apa soal ini perlu atau tidak,” sambungnya.