JAKARTA, JEJAKPOS.ID -Sekitar 1.000 hingga 1.200 warga dari 18 kampung kota dan 2 komunitas Pedagang Kaki Lima (PKL) akan menggelar aksi massa di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu, 2 Juli 2025. Aksi yang diinisiasi oleh Gerakan Rakyat untuk Reforma Agraria Perkotaan (GRRAP) ini bertujuan menyuarakan tuntutan mereka atas keadilan agraria dan perlindungan hak hidup di tengah kota.
Hingga saat ini, sebagian besar kampung kota tersebut belum memiliki alas hak atas tanah yang mereka tempati dan kelola secara turun-temurun. Ketidakpastian hukum ini membuat ribuan warga hidup dalam bayang-bayang penggusuran paksa tanpa perlindungan dari negara. Aksi ini merupakan desakan konkret agar pemerintah segera mengambil langkah untuk mengakui, melindungi, dan menjamin hak dasar warga kampung kota atas ruang hidup mereka.
Koalisi Kuat dari Berbagai Elemen Masyarakat
Koalisi GRRAP terdiri dari warga kampung kota yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, termasuk Kampung Bayam, Akuarium, Kunir, Balokan, Krapu, Tongkol, Marlina, Elektro, Pasar Lama, Blok Eceng, Blok Empang, Tembok Bolong, Blok Limbah, Rawa Barat, Rawa Timur, dan Kembang Lestari. Selain itu, komunitas PKL KOPEKA Ancol dan PKL Budi Mulya Pademangan juga turut serta.
Aliansi ini juga didukung penuh oleh berbagai organisasi masyarakat sipil terkemuka, seperti Urban Poor Consortium (UPC), Arsitek Kampung Urban (AKUR), Architecture Sans Frontières Indonesia (ASF-ID), Rujak Center for Urban Studies (RCUS), Rimpang, Cagar Urip, Universitas Indonesia, dan LBH Jakarta.
Aksi akan dimulai dengan long march dari parkiran IRTI menuju Balai Kota. Di sana, perwakilan kampung akan menyampaikan orasi politik dan mendesak Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk menerima audiensi langsung dengan warga.
Suara Warga: “Pemerintah Tidak Boleh Abai!”
Nafisa dari Urban Poor Consortium (UPC) menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk perjuangan warga kampung kota untuk mendapatkan pengakuan hukum atas ruang hidup dan ruang usaha mereka. “Sudah terlalu lama hak-hak ini diabaikan. Sebagai bagian dari warga negara, masyarakat kampung kota berhak atas perlindungan negara. Pemerintah tidak boleh abai—justru wajib menjamin pemenuhan hak dasar mereka secara adil dan setara,” ujarnya.
Senada, Wati, Koordinator Lapangan Aksi GRRAP dan Koordinator JRMK Jakarta, menyatakan, “Kami, warga kampung kota, tahu persis bagaimana rasanya hidup di tengah ketidakpastian. Kami bukan pendatang—kami sudah tinggal dan membangun di sini selama puluhan tahun. Tapi sampai hari ini, negara belum benar-benar hadir secara adil. Pemerintah tidak boleh terus abai, karena kami juga warga negara. Hak atas tempat tinggal dan ruang usaha itu hak dasar yang harus dijamin, bukan diabaikan.”
Empat Tuntutan Utama GRRAP untuk Keadilan Agraria Perkotaan
GRRAP menyampaikan empat tuntutan utama kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai prasyarat keadilan agraria di wilayah perkotaan:
- Melaksanakan Reforma Agraria di Jakarta secara konkret dan terukur berdasarkan Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2023, dengan menjadikan kampung kota sebagai bagian dari subjek dan objek reforma agraria.
- Menetapkan target lokasi prioritas dan rencana kerja pelaksanaan Reforma Agraria Perkotaan dengan merujuk pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 878 Tahun 2018, Keputusan Gubernur No. 979 Tahun 2022, serta Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2024.
- Melibatkan perwakilan masyarakat kampung kota dalam Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) secara substantif, sebagaimana diamanatkan Kepgub No. 574 Tahun 2019.
- Memberikan jaminan usaha bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) melalui kemitraan koperasi dan pemerintah, termasuk penerbitan izin lokasi berdagang dan izin pengelolaan kepada Koperasi PKL Budi Mulia Maju Bersama dan Koperasi KOPEKA Milik Bersama.
Tuntutan Khusus dan Tindakan Jangka Pendek
Selain tuntutan utama, GRRAP juga mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera mengambil langkah konkret dan terukur melalui:
1. Penyelesaian Kasus Mendesak: * Kampung Bayam: Warga diizinkan kembali menghuni kampung dan dilakukan musyawarah terbuka untuk menentukan skema hunian. * Gang Sumur: Gubernur DKI Jakarta wajib menghentikan seluruh bentuk ancaman penggusuran paksa dan menemui warga. * Kampung Susun (Akuarium dan Kunir): Penyamakan tarif air dan listrik dengan skema Rusunawa, penyelesaian pembangunan Blok E di Akuarium, serta percepatan pembayaran sewa dan penyusunan aturan tinggal di Kampung Susun Kunir. * Muara Angke: Penerbitan Surat Keputusan Gubernur tentang Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah.
2. Penguatan Kelembagaan Reforma Agraria: * Mengaktifkan kembali GTRA Provinsi dan Kota/Kabupaten secara fungsional dan transparan. * Membentuk Project Management Office (PMO) sebagai lembaga teknis pelaksana reforma agraria yang inklusif. * Melibatkan perwakilan masyarakat kampung kota ke dalam struktur GTRA dan PMO.
3. Perlindungan dan Pengakuan Usaha PKL: * Memberikan izin usaha jangka panjang minimal 10 tahun kepada koperasi-koperasi PKL. * Membangun skema kemitraan antara koperasi dan Pemprov DKI Jakarta untuk pengelolaan ruang usaha yang legal dan berkelanjutan.
4. Reformasi Kebijakan Penataan Kampung: * Menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Kampung Susun sebagai landasan hukum. * Mendirikan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Penataan Kampung untuk menjamin pendanaan dan keberlanjutan program.
Aksi ini akan berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai di depan Balai Kota DKI Jakarta.