JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Dugaan praktik kotor kembali membayangi pemilihan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI). M. Pradana Indraputra, Calon Ketua Umum (Caketum) Nomor Urut 2 yang juga Staf Khusus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dilaporkan oleh Mahasiswa UI Peduli Demokrasi ke Panitia Pemilihan ILUNI UI atas dugaan melakukan politik uang.
Laporan tersebut disampaikan pada Rabu, 20 Agustus 2025, dengan bukti yang oleh pelapor disebut “jelas, konkret, dan tak terbantahkan”. Ini bukan kali pertama nama Pradana terseret dalam dugaan pelanggaran etika dan aturan pemilihan. Sebelumnya, ia pernah dilaporkan atas penyalahgunaan data pribadi ribuan alumni UI untuk kepentingan kampanye.
Dugaan pelanggaran kali ini bermula dari acara bertajuk “Temu Alumni dengan Stakeholders: UI Legal Connect – Continuous Legal Development: From Sharing to Scholarship” yang digelar pada 19 Agustus 2025 di 18 Parc Place SCBD, Tower E Lantai 5, Jakarta.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh Pradana bersama tokoh alumni seperti Dr. Faizal Hafied, Rian Hidayat, dan Andre Rahadian. Berdasarkan foto dan unggahan Instagram peserta acara, Pradana menyerahkan Program Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Sertifikasi Profesi Hukum kepada 3.000 alumni, dengan penyerahan simbolis kepada lima perwakilan alumni di panggung.
Bagi para pelapor, momen itu jelas bukan kegiatan sosial biasa. “Dalam konteks pemilihan Ketua ILUNI UI, pemberian fasilitas atau manfaat langsung kepada calon pemilih adalah bentuk politik uang,” kata salah satu anggota Mahasiswa UI Peduli Demokrasi.
Laporan mahasiswa menegaskan bahwa ini bukan kali pertama Pradana menggunakan cara-cara yang dipertanyakan. Kemudian , Tempo memberitakan dugaan penyalahgunaan data pribadi sekitar 6.000 Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) yang didaftarkan sepihak ke aplikasi UI Connect tanpa persetujuan pemilik data. Data tersebut diduga digunakan untuk membangun basis dukungan politiknya.
Selain itu, Pradana juga disebut memanfaatkan platform media massa JPNN, yang memiliki kemitraan dengan Kementerian ESDM, untuk kepentingan kampanye pribadinya. Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara demi tujuan pemenangan di organisasi alumni.
Jika ditarik ke belakang, pola pelanggaran yang dituduhkan kepada Pradana memiliki kesamaan.
Pertama, pemanfaatan fasilitas negara atau institusi untuk kepentingan pribadi.
Kedua, penggunaan jaringan alumni dan acara resmi sebagai panggung kampanye terselubung.
Ketiga, pemberian manfaat langsung kepada calon pemilih menjelang pemungutan suara.
Menurut para pelapor, pola ini menunjukkan adanya strategi terencana untuk mengamankan kemenangan melalui cara-cara yang mengikis integritas demokrasi internal ILUNI UI.
Mahasiswa UI Peduli Demokrasi mendesak Panitia Pemilihan ILUNI UI untuk mengambil langkah tegas berupa diskualifikasi terhadap Caketum Nomor Urut 2.
“Jika pelanggaran ini dibiarkan, maka pesan yang tersampaikan adalah bahwa integritas demokrasi bisa ditukar dengan program atau fasilitas,” tegas Rendra perwakilan mahasiswa.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi kredibilitas ILUNI UI. Organisasi yang selama ini dibanggakan sebagai wadah profesional alumni kini berada di persimpangan: menjaga integritas demokrasi internal atau membiarkan preseden buruk berulang.
“Bila politik uang dibiarkan masuk ke organisasi alumni, kita sedang mencetak preseden yang akan sulit diperbaiki,” kata Rendra.