Rayakan Hari Tani: 25 Ribu Petani Turun ke Jalan Desak Pemerintah Tuntaskan Masalah Agraria

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Sekitar 25.000 petani dari berbagai wilayah di Indonesia akan turun ke jalan pada Hari Tani Nasional, 24 September 2025, untuk mendesak pemerintah menyelesaikan 24 masalah struktural agraria dan sembilan langkah perbaikan fundamental. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kegagalan pemerintah dalam menjalankan reforma agraria, 65 tahun setelah diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.

Aksi massa yang dipusatkan di Jakarta akan diikuti oleh 12.000 petani yang akan menuju Gedung DPR RI. Mereka berasal dari Jawa Barat dan Banten, mewakili 139 organisasi petani dan nelayan yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Sementara itu, 13.000 petani lainnya akan melakukan aksi serentak di berbagai daerah, termasuk Aceh Utara, Medan, Palembang, Jambi, Semarang, Makassar, Palu, dan Manado.

Menurut Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, aksi ini merupakan puncak dari kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintah. Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang telah dibentuk selama 10 tahun pemerintahan sebelumnya dinilai gagal total. Ketimpangan penguasaan tanah semakin parah, di mana 1% kelompok elit menguasai 58% tanah dan sumber daya alam, sementara 99% penduduk harus memperebutkan sisanya. Akibatnya, dalam sepuluh tahun terakhir, tercatat sedikitnya 3.234 konflik agraria yang berdampak pada 1,8 juta keluarga yang kehilangan tanah dan mata pencaharian.

Selain konflik agraria akibat ketidakjelasan status tanah, para petani juga menyoroti proyek-proyek pembangunan yang difasilitasi oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Proyek strategis nasional seperti food estate, pembangunan infrastruktur (jalan tol, bandara), serta pembentukan badan otorita (Danau Toba, Labuan Bajo, IKN) semakin memperparah konflik dengan merampas tanah dan menutup akses petani serta masyarakat adat.

Lebih lanjut, Bank Tanah juga menjadi sumber keresahan karena melakukan akuisisi lahan tanpa persetujuan rakyat. Di samping itu, represivitas aparat keamanan, terutama polisi dan TNI, yang terlibat dalam penanganan konflik agraria juga menjadi sorotan. Banyak petani yang dikriminalisasi, mengalami kekerasan, teror, hingga pembatasan kebebasan berserikat, meskipun konstitusi menjamin hak-hak tersebut.

Dewi Kartika menegaskan bahwa baik pemerintahan sebelumnya maupun pemerintahan saat ini telah gagal melaksanakan amanat UUPA 1960. KPA juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk gerakan buruh, mahasiswa, nelayan, dan aktivis, untuk mendukung aksi ini dan memastikan masalah agraria mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup