SIPD Buktikan Beda! Mendagri Tito Jelaskan Rp18 Triliun Dana Pemda Mengalir dalam Enam Minggu

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Polemik sengit mengenai tingginya dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang ‘menganggur’ di perbankan memasuki babak krusial pada Jumat, 24 Oktober 2025. Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, tampil ke publik dengan membawa bukti faktual yang secara signifikan mengoreksi angka fantastis yang sebelumnya dilontarkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa. Beda data ini sontak memicu sorotan tajam, tidak hanya kepada Pemda, tetapi juga terhadap akurasi pencatatan keuangan di tingkat pusat.

Dalam penjelasannya yang detail, Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengambil inisiatif cepat untuk memverifikasi klaim Menkeu Purbaya. Ia menugaskan jajaran internal Kemendagri, mulai dari Sekretaris Jenderal hingga Dirjen Keuangan dan Pembangunan Daerah, untuk menelusuri ulang data simpanan Pemda yang disebut mencapai Rp 233 triliun. Angka tersebut, yang bersumber dari catatan Bank Indonesia (BI), dinilai Mendagri tidak sepenuhnya menggambarkan realitas kondisi kas daerah terkini.

“Kami sudah melakukan pengecekan secara cermat. Perlu digarisbawahi, data Rp 233 triliun itu adalah posisi per 31 Agustus 2025 berdasarkan laporan Bank Indonesia,” jelas Tito. “Namun, data yang kami miliki, yang kami tarik langsung melalui sistem Kemendagri per Oktober 2025, menunjukkan angka simpanan dana Pemda secara agregat adalah Rp 215 triliun.”

Tito Karnavian lantas memberikan klarifikasi yang menenangkan bagi para kepala daerah. Ia menegaskan bahwa perbedaan nominal sekitar Rp 18 triliun tersebut bukanlah indikasi dana yang hilang atau penyelewengan, melainkan sepenuhnya wajar dan dapat dijelaskan oleh faktor dinamika waktu.

“Uang di daerah itu tidak statis. Ia bergerak. Selisih waktu sekitar enam minggu antara pengambilan data BI di akhir Agustus dengan data kami di bulan Oktober, uang tersebut aktif,” tegasnya. Mendagri menjelaskan bahwa dalam rentang waktu tersebut, Pemda secara masif telah melakukan realisasi belanja untuk program-program yang direncanakan. “Pertanyaannya, ke mana Rp 18 triliun itu? Jawabannya jelas, uang tersebut telah dibelanjakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai program dan kegiatan mereka, di samping adanya pergerakan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti pajak dan retribusi.”

Klarifikasi ini seolah menjadi penegasan bahwa Pemda tidak sepenuhnya “malas” dalam membelanjakan anggaran, melainkan terdapat kendala teknis dan waktu dalam pelaporan data yang menyebabkan adanya disparitas angka antara pusat dan daerah.

Untuk mencegah terulangnya polemik data di masa depan, Tito Karnavian kembali menyoroti peran sentral Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Ia menekankan bahwa sistem ini adalah tulang punggung Kemendagri dalam memonitor seluruh siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara real-time.

“SIPD adalah sistem terintegrasi yang kami gunakan untuk monitoring seluruh aspek anggaran daerah, mulai dari perencanaan, pendapatan, hingga belanja, di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Sistem ini memberikan kami data yang lebih terperinci dan terkini mengenai kondisi kas daerah sebenarnya,” papar Mendagri.

Meskipun SIPD dirancang untuk akuntabilitas, Mendagri mengakui adanya kasus-kasus anomali data di lapangan. Ia mencontohkan temuan Pemda yang tercatat memiliki simpanan jauh melampaui APBD-nya, yang setelah diverifikasi langsung, terbukti sebagai miss-reporting atau kesalahan pelaporan.

Klarifikasi Mendagri Tito Karnavian ini diharapkan menjadi sinyal positif bagi Pemda dan mendorong adanya upaya rekonsiliasi data yang lebih ketat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kemendagri, demi tercapainya satu data keuangan daerah yang akurat, terintegrasi, dan transparan bagi masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup