Depok, Jejakpos.id – Warga Depok kini tengah dilanda keresahan buntut keberadaan sebuah warung yang banyak didatangi kalangan remaja berlokasi di Jl. Radar Auri, Mekarsari, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat.
Pasalnya, menurut pengakuan warga, warung tersebut diduga menjual obat-obatan keras golongan G tanpa izin edar tersebut, kerap terlihat ramai didatangi kalangan remaja.
Salah seorang warga disekitar lokasi Marni mengakui banyak warga mengeluh dengan keberadaan toko tersebut yang diduga menjual obat-obatan jenis G secara ilegal di lingkungannya dan menyasar kalangan remaja.
“Anak-anak jadi pada gak pada keruan disini bang, ada tetangga saya gara-gara gak ada duit mau beli madol dia jual helm bokapnya, udah parah bang semenjak ada toko itu.” ujar Marni.
Lanjut kata Marni, pihaknya sudah berusaha melaporkan keresahan warga akan keberadaan toko tersebut pada pihak yang berkepentingan namun tak kunjung mendapat tanggapan. Bahkan Marni menduga pemiliknya oknum petugas.
“Kita sudah lapor ke RT/RW setempat bahkan ke Polsek Cimanggis, tapi tetap gak ada gerakan, mungkin yang punya polisi kali ya,” pungkasnya.
Guna memastikan hal itu, Jurnalis Jejakpos.id berusaha menelusuri lokasi untuk mendapatkan informasi dengan menjumpai seorang penjaga warung inisial P. Ia mengaku menjual obat-obatan jenis G beroperasi 24 jam nonstop.
“Buka 24 jam bang, Kita cuma jual dua macam bang, Tramadol dan Hexymer,” ujar penjaga toko obat.
Bahkan secara mengejutkan, ia menyebut nama seseorang yang berinisial “RSLI” berprofesi sebagai aparat kepolisian yang berdinas di Brimob Depok, berperan menjadi koordinator.
Peraturan perundang-undangan mengharuskan para pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediakan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi pidana. Berdasarkan pasal 435 Undang-undang RI No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda maksimal Rp5 miliar.
Selain itu pelaku bisa dipersangkakan melanggar Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) UU nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.