Bayangan Dwifungsi ABRI dan Ancaman Distorsi Ekonomi

JAJEJAKPOS.ID – Rencana pendirian Batalyon Teritorial Pembangunan (Yon TP) yang mencakup kompi-kompi seperti peternakan dan pertanian dalam tubuh TNI telah menuai kritik keras dan opini negatif yang meluas dari berbagai kalangan masyarakat sipil.

Kekhawatiran utama publik berakar pada potensi kembalinya Dwifungsi ABRI dalam wajah baru, serta dampak buruk terhadap profesionalisme prajurit dan ekonomi pangan nasional.

Banyak pihak menilai bahwa penugasan prajurit TNI, yang direkrut dengan standar militer untuk fungsi tempur, dalam urusan sipil seperti mengelola peternakan atau pertanian adalah sebuah penyimpangan jati diri dan tidak sesuai dengan tugas pokok TNI sebagai alat pertahanan negara.

Dikhawatirkan prajurit akan terlena dan kehilangan fokus pada tugas-tugas kemiliteran, seperti latihan tempur dan penguasaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), karena sibuk mengurus urusan sipil yang sama sekali berbeda keahliannya.

Koalisi masyarakat sipil berpendapat bahwa pembentukan batalyon ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang secara jelas membatasi peran TNI di luar operasi militer untuk perang (OMP) pada Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang harus berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Pelibatan TNI dalam sektor pangan juga dipandang sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan sektor tersebut yang selama ini digerakkan oleh masyarakat sipil.

Kehadiran batalyon yang mengelola produksi pangan skala besar, apalagi dengan dukungan fasilitas dan logistik militer, dikhawatirkan akan menyaingi dan mematikan usaha petani kecil dan pedagang tuna kisma (nelayan dan pedagang kecil). Ini dapat menciptakan distorsi pasar dan monopoli terselubung.

Kebijakan ini dipersepsikan sebagai bentuk akselerasi peran militer di ranah sipil, yang berisiko mengancam demokrasi dan hak-hak sipil. Dalam konteks sejarah Indonesia, keterlibatan militer dalam urusan publik selalu menjadi isu sensitif dan memicu kekhawatiran akan otoritarianisme kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup