Hakim MK Saldi Isra Sedih dengan Pernyataan Kepala BNPB Soal Bencana Sumatera

JAKARTA, JEJAKPOS,ID – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengaku sedih atas pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, yang menyebut bahwa situasi bencana di Sumatera hanya tampak mencekam di media sosial. Pernyataan tersebut disampaikan Saldi dalam sidang uji materi Permohonan Nomor 197/PUU-XXIII/2025 terkait Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, pada Rabu (3/12/2025).
Dalam sidang yang disiarkan melalui kanal YouTube MK pada Kamis (4/12/2025), Saldi menilai komentar Suharyanto tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat terdampak bencana, khususnya di Sumatera Barat. Ia pun mempertanyakan bagaimana proses seleksi perwira tinggi (pati) TNI sebelum ditempatkan pada posisi strategis di kementerian atau lembaga negara.
“Saya ini sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu,” kata Saldi.
Saldi menilai pernyataan Suharyanto menjadi alarm penting bagi TNI agar memperketat proses seleksi pati yang akan bertugas di kementerian/lembaga. Ia dengan tegas mempertanyakan kualitas mekanisme seleksi tersebut.
“Ini memang diseleksi secara benar atau tidak itu? Masa bencana dikatakan hanya ributnya di medsos saja,” ujarnya. Sebagai putra daerah yang kerap menjadi lokasi bencana, Saldi menegaskan bahwa hal ini harus menjadi refleksi bagi institusi TNI dan pejabat terkait.
Hakim MK itu juga meminta Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Donny Ermawan Taufanto menjelaskan mekanisme seleksi internal sebelum anggota TNI ditugaskan di luar struktur. Menurutnya, transparansi diperlukan agar hanya perwira yang memenuhi standar dan kompetensi yang dapat menjalankan tugas tersebut.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa terdapat proses seleksi terbuka di internal TNI sebelum seorang prajurit ditempatkan di kementerian atau lembaga. Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 52 Tahun 2020, yang merupakan perubahan dari ketentuan sebelumnya terkait penugasan prajurit di luar struktur TNI.
Menurut pemerintah, seleksi dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan serta ketentuan dari kementerian/lembaga yang membutuhkan. Edward menegaskan bahwa Pasal 47 ayat (1) UU TNI secara tegas membatasi penempatan prajurit aktif di posisi tertentu, dan hanya dibuka untuk kebutuhan khusus sesuai ketentuan Pasal 47 ayat (4).














