Sidang Pembuktian Perdana Gugatan PMH Warga Poco Leok di PTUN Kupang, Momen Menjelang Hari HAM

KUPANG, JEJAKPOS.ID – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang telah memulai sidang pembuktian pertama untuk perkara gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) Nomor 26/G/TF/2025/PTUN.KPG. Gugatan ini diajukan oleh Agustinus Tuju, warga Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, terhadap Bupati Manggarai, Herybertus Geradus Laju Nabit.
Persidangan yang digelar pada tanggal 4 Desember 2025 ini beragendakan penyerahan Bukti Surat Para Pihak, melanjutkan proses persidangan yang sebelumnya dilaksanakan secara e-court dengan agenda Jawaban Tergugat, Replik Penggugat, dan Duplik Tergugat. Dalam sidang pembuktian perdana ini, Penggugat mengajukan 22 bukti surat, sementara Tergugat mengajukan 5 bukti surat.
Judianto Simanjuntak, Kuasa Hukum Penggugat dari Koalisi Advokasi Poco Leok, menyatakan bahwa persidangan ini berlangsung dalam suasana menjelang Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional pada 10 Desember 2025. Menurutnya, momen ini penting untuk mengingatkan pemerintah tentang kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi warga negara, khususnya hak warga Poco Leok yang berjuang menolak proyek geothermal demi mempertahankan kampung dan ruang hidup mereka.
Dalam persidangan, Kuasa Hukum Penggugat mengajukan permohonan agar jurnalis diberikan kebebasan untuk melakukan peliputan, termasuk izin pengambilan foto, rekaman suara, dan/atau rekaman video, selama persidangan pembuktian yang dilaksanakan secara tatap muka dan terbuka untuk umum. Permintaan ini dikabulkan oleh Majelis Hakim, dengan alasan bahwa peliputan media adalah bagian dari demokrasi dan bertujuan agar publik, terutama Penggugat dan Masyarakat Adat Poco Leok, dapat mengakses dan mengawal proses persidangan.
Kuasa Hukum Penggugat juga menyampaikan keberatan terkait Jawaban Tergugat yang diajukan pada persidangan e-court 30 Oktober 2025. Jawaban tersebut didasarkan pada gugatan awal saat pendaftaran 3 September 2025, bukan pada perbaikan gugatan hasil sidang pemeriksaan persiapan terakhir 9 Oktober 2025. Menanggapi hal ini, Majelis Hakim menyatakan akan melihat substansi perbaikan gugatan dari awal dan menilai sendiri terkait dugaan kesalahan jawab Tergugat.
Maximilianus Herson Loi, Ketua Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PW AMAN) Nusa Bunga yang juga Kuasa Hukum Penggugat, menekankan pentingnya persidangan ini sebagai evaluasi terhadap tindakan Bupati Manggarai selaku pejabat publik. Tujuannya adalah untuk menjamin perlindungan hukum bagi Penggugat dan Masyarakat Adat Poco Leok dalam menyampaikan pendapat menolak proyek geothermal di ruang hidup dan ruang produksi mereka. Perjuangan ini juga disebut sebagai upaya mempertahankan wilayah adat dari ancaman perampasan dan kepunahan, sebagaimana dijamin dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945 dan instrumen hukum lainnya, termasuk Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 15 Komnas HAM RI tahun 2025.
Dari perspektif perempuan Poco Leok, Linda Tagie, Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Flobamoratas, menyatakan bahwa perempuan berada di barisan terdepan penolakan karena kekhawatiran akan kehilangan tanah sebagai ruang hidup, kerusakan sumber mata air, dan ancaman risiko kebocoran gas, gempa, dan tanah longsor seperti yang terjadi di wilayah lain.
Sementara itu, Gres Gracelia dari Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) mendukung gugatan tersebut karena proyek geothermal berpotensi merusak lingkungan hidup dan mengancam hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Ia juga menyoroti peristiwa bencana alam di Sumatera sebagai pembelajaran bagi Kementerian ESDM, PT. PLN, dan Pemerintah Kabupaten Manggarai agar menerapkan asas kehati-hatian (precautionary principle).
Gita Dwilaksmi Ramadhani, Kuasa Hukum Penggugat lainnya, menyampaikan bahwa persidangan akan dilanjutkan pada 18 Desember 2025 dengan agenda Tambahan Bukti Surat Para Pihak. Selanjutnya, sidang pemeriksaan saksi dan ahli direncanakan pada Januari 2026, di mana Penggugat akan mengajukan kurang lebih 5 saksi dan 2 ahli, yaitu ahli Hukum Administrasi Negara dan ahli Hak Asasi Manusia. Gita Dwilaksmi Ramadhani berharap Majelis Hakim menjaga netralitas dan independensi untuk menegakkan hukum dan memutuskan perkara ini dengan adil.














