Belajar dari Kejadian di Manggarai, Permukiman Butuh ‘Gang Kebakaran’, Apa Itu?

Jakarta, Jejakpos.id – Kebakaran di area padat penduduk seperti yang terjadi di Manggarai, pada Selasa (13/8/2024) adalah mimpi buruk untuk yang terdampak. Sebab, di tengah kepanikan melihat api terus menjalar ke banyak rumah. Harapan mereka agar pemadam kebakaran cepat mengatasi api justru terhalang luas jalan di area tersebut.

Mobil pemadam kebakaran tidak dapat masuk dan berakhir mereka harus melubangi beberapa dinding sebagai jalan pintas selang air dapat mendekati titik api. Lantas, melihat keadaan seperti ini berapa luas jalan yang paling ideal agar antisipasi musibah seperti ini bisa dapat langsung ditangani?

Menurut Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna, keberadaan pemukiman padat penduduk di Jakarta mudah sekali ditemukan. Seperti di Jakarta Pusat, per 1 km jumlah penduduknya bisa 16.000 sampai 20.000 jiwa. “Itu menunjukkan betapa padatnya (Jakarta). Hitung saja satu hektare itu bisa 160 sampai 200 ribu orang,” kata Yayat saat dihubungi detikProperti Sabtu (17/8/2024).

Melihat kepadatan permukiman di Jakarta, tidak heran jika banyak jalan dikorbankan, diubah menjadi lahan bangunan. Jika sudah seperti ini, menurutnya setidaknya setiap kawasan memiliki sebuah jalan khusus yang disebut dengan Gang Kebakaran.

“Jadi Gang Kebakaran itu artinya (akses) evakuasi bisa dilakukan, untuk lintasan motor juga bisa dilakukan. Kemudian kalau ada kebakaran pemadam juga bisa masuk gitu. Jadi fungsinya Gang Kebakaran itu harusnya mempertahankan struktur jaringan jalan lingkungan permukiman yang betul-betul sudah memilah atau memisah kelompok-kelompok perumahan,” jelas Yayat.

Gang Kebakaran yang disarankan oleh Yayat, minimal luasnya adalah 2 meter. Dengan begitu, segala aktivitas seperti warga sibuk menyelamatkan barang, pemadam kebakaran yang hendak memadamkan api bisa berlalu lalang dengan lancar.

“Karena kalau dengan adanya gang kebakaran itu otomatis bisa mengurangi potensi bencana kebakaran yang merembet. Dalam kondisi kebakaran itu, kadang-kadang, justru barang-barang yang dievakuasi yang menghambat orang (pemadam) untuk bisa masuk,” ujarnya.

Lebih lanjut, menurutnya perlu ada konsolidasi tanah perkotaan untuk wilayah padat penduduk. Di mana, rumah-rumah tidak akan dibangun berdempetan, melainkan salah satunya adalah dibangun secara vertikal.

“Jadi dengan konsolidasi tanah perkotaan, bisa saja nanti tanahnya ditata ulang atau di kawasan itu diganti konsep rumahnya dengan rumah susun. Kalau misalnya itu tanah negara,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *