Budi Arie Tegaskan Projo Bukan Lagi Singkatan ‘Pro Jokowi’, Tapi ‘Pro Negeri & Rakyat’

Screenshot

JAKARTA, JEJAKPOS.ID– Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, secara tegas meluruskan makna dari nama organisasinya. Ia membantah bahwa Projo merupakan singkatan dari “Pro Jokowi” seperti yang selama ini dikenal publik, melainkan memiliki akar kata dari bahasa Sansekerta dan Jawa Kawi yang artinya adalah Negeri dan Rakyat

Penegasan ini disampaikan Budi Arie di tengah wacana transformasi organisasi, termasuk rencana perubahan logo yang sebelumnya menampilkan siluet wajah Presiden Joko Widodo. Langkah ini menandai pergeseran fokus Projo dari dukungan terhadap individu menuju isu kebangsaan yang lebih luas.

Saat ditanya oleh jurnalis apakah Projo akan tetap diartikan “Pro Jokowi”, Budi Arie menjelaskan bahwa asosiasi tersebut muncul karena kemudahan pelafalan di kalangan media dan publik.

“Projo itu bahasa Sansekertanya, ada… bahasa Jawa Kawinya artinya rakyat. Gitu, lho,” jelas Budi Arie.

Ia kemudian menegaskan bahwa secara resmi, tidak ada singkatan panjang selain nama tunggal Projo itu sendiri.

“Enggak ada. Emang enggak ada. Cuman temen-temen media kan ‘Projo, Pro Jokowi,’ itu kan karena… karena gampang dilafalkan aja, gitu. Ya?” imbuhnya.

Transformasi Organisasi dan Tantangan Baru

Budi Arie mengungkapkan bahwa Projo saat ini perlu melakukan transformasi. Kesepakatan ini diambil menyusul selesainya tugas Projo mengawal pemerintahan Presiden Jokowi selama dua periode, dan kini organisasi tersebut menghadapi tantangan baru.

“Sepakat. Kita harus mentransformasikan Projo. Karena tugas Projo tadi sudah mengawal pemerintahan Pak Jokowi dua periode dan kita saat ini menghadapi tantangan baru,” kata Budi Arie.

Tantangan baru yang dimaksud Budi Arie adalah isu-isu besar seperti geopolitik, tantangan global, dan yang terpenting, persatuan nasional. Ia secara khusus menyoroti pentingnya menjaga keutuhan bangsa dari upaya adu domba.

“Jadi isu persatuan nasional ini penting. Makanya saya enggak suka kalau ada sesama anak bangsa diadu domba ini, diadu domba. Ini kalian gimana sih? Gitu, lho. Ini negara-negara kita, lho. Jangan salah. Belum tentu negara lain mau Indonesia maju,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan agar kritik yang disampaikan harus bersifat konstruktif dan tidak menjadi eksploitasi yang dimanfaatkan oleh pihak asing.

“Bahwa kita kritik karena ada kesalahan, oke. Kan demokrasi membuka ruang untuk adanya kritik, eh apa, aspirasi, dan sebagainya. Tapi jangan mengeksploitasi sesuatu yang menurut saya kok jadi mainan orang luar ya, negara lain ya. Ingat, lho, kita punya sejarah, kita ini diadu domba terus. Gitu. Oleh negara-negara lain yang belum… yang pasti enggak pengin jadi negara… kita ini jadi negara maju. Yang ingin Indonesia maju adalah kita sendiri,” pungkasnya.

Penegasan makna Projo sebagai Pro Negeri dan Rakyat ini sejalan dengan rencana organisasi untuk mengubah logo, meminimalisir kesan kultus individu, dan memfokuskan diri pada isu-isu kebangsaan yang lebih luas di masa mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup