Daftar Ormas Agama Terima dan Tolak Izin Tambang Jokowi

Avatar photo

Jakarta, Jejakpos.id – Presiden Joko Widodo memberikan tiket terhadap organisasi keagamaan untuk dapatkan izin mengelola tambang. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Di dalam aturan tersebut terdapat Pasal 83A yang berbunyi memberikan kesempatan bagi ormas agama untuk memiliki WIUPK.

Sejumlah ormas agama memberikan respons terhadap kebijakan Jokowi itu terkait dengan pengelolaan tambang. Beberapa ormas agama sudah ada yang menyatakan sikapnya untuk menolak dan menerima. Sementara lainnya masih mengkaji hal tersebut.

PBNU, Persis dan PHDI mendukung

Arus dukungan datang dari PBNU, Persatuan Islam hingga Parisada Hindi Dharma Indonesia (PHDI). Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengatakan pihaknya sudah mengajukan izin pengelolaan lahan tambang kepada pemerintah.

“Kami memang sudah mengajukan begitu pemerintah mengeluarkan revisi PP No 96 tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/9/2024).

Gus Yahya mengaku membutuhkan sesuatu yang halal sebagai sumber pendapatan untuk mendanai organisasinya. Ia menjelaskan, NU merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Menurutnya, NU tidak hanya peduli pada kebutuhan keagamaan, tetapi juga kebutuhan sosial, ekonomi, dan lainnya. Baginya, berbagai kegiatan tersebut membutuhkan biaya.
“Nah kemudian bagaimana NU menyikapi ini. NU ini pertama-tama butuh apapun yang halal yang bisa jadi sumber revenue untuk pembiayaan organisasi. Karena keadaan di bawah ini sangat-sangat memerlukan intervensi sesegera mungkin,” katanya.

Setelahnya, Wakil Ketua PP Persis Atip Latipulhayat mendukung langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberikan izin pertambangan kepada organisasi keagamaan. Atip menilai pengelolaan pertambangan selama ini tidak adil karena hanya kelompok usaha yang mendapat izin pertambangan dari pemerintah.
Ia memastikan Persis akan mengajukan izin pengelolaan tambang ke pemerintah jika pelbagai persiapan internal sudah matang.

“Dan di sisi lain ada kelompok entitas masyarakat yang jadi bagian upaya pemerintah menyejahterakan masyarakat dalam arti luas. Berkontribusi dalam hal pendidikan, perekonomian, ini malah enggak dapat. Maka diberi lah itu. Itu kami apresiasi ya,” kata Atip, pada Jumat (7/6/2024).

Sementara itu (PHDI) menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut dengan syarat pemerintah memberikan perlindungan dan pembinaan yang memadai kepada organisasi keagamaan terkait.

“Prinsipnya, kita mendukung langkah pemerintah, yang penting adil dan merata,” Ketua Bidang Organisasi PHDI, Suresh Kumar, Senin (3/6/2024).

Suresh juga menekankan pentingnya memastikan bahwa tambang tersebut dikelola dengan bertanggung jawab dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

KWI dan HKBP menolak
Konferensi Waligereja Katolik Indonesia (KWI), perwakilan resmi agama Katolik di Indonesia, menyatakan penolakannya. Sebagaimana disampaikan Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migran dan Keutuhan Ciptaan, KWI Marthen Jenarut, Gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan (langgeng).

“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” katanya melalui keterangan tertulis, pada Rabu (5/6/2024).

Lanjutnya, KWI merupakan organisasi keagamaan yang mempunyai peran seperti diakonia apostolik (pelayanan), kerygma (dakwah), liturgi (ibadah) dan syahid (roh kenabian). Fokus KWI tetap pada pemberitaan dan pengabdian untuk menciptakan gaya hidup yang bermartabat. Seperti halnya KWI, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) juga menolak permintaan Presiden Joko Widodo untuk memberikan izin pengelolaan lahan pertambangan kepada ormas keagamaan.

“Kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Ephorus HKBP Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (10/6/2024).

Robinson menjelaskan, ada sejumlah alasan mengapa pihaknya menolak ikut serta dalam penggunaan izin pengelolaan mineral. Pertama, kata dia, berdasarkan Pengakuan Iman tahun 1996, salah satu tugas HKBP adalah bertanggungjawab menjaga lingkungan hidup yang dieksploitasi atas nama pembangunan. Ia mengatakan, penambangan yang berkepanjangan telah menyebabkan kerusakan lingkungan sehingga menyebabkan pemanasan global yang terus menerus dan perlu diatasi.
PGI tak mampu kelola tambang
Belakangan, meski tidak menyatakan penolakan, Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang mewakili agama Kristen di Indonesia merasa pengelolaan pertambangan bukan bidang tugasnya. Selain itu, Presiden PGI Gomar Gultom mengatakan PGI juga tidak memiliki kapasitas dalam mengelola tambang tersebut.

“Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki oleh PGI,” kata Gomar dalam keterangannya, pada Kamis (5/6/2024).

PGI sangat mengapresiasi keputusan Jokowi. Namun bukan berarti PGI bersedia ikut serta dalam pengelolaan tambang. Gomar juga menyinggung peran PGI yang secara rutin memberikan bantuan kepada para korban terdampak aktivitas pertambangan. Tentu aneh jika PGI juga mengelola tambang tersebut, namun tetap melayani para korban penambangan.

“PGI jika ikut menjadi pelaku usaha tambang potensial akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri kelak dan akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” katanya.

Muhammadiyah tak mau tergesa-gesa
Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengaku tidak akan terburu-buru menanggapi pemberian izin pengelolaan pertambangan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Dia mengatakan, hingga saat ini pihak Muhammadiyah belum mengeluarkan pendapat apakah akan menolak atau menerima pemberian tersebut.

“Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” kata Mu’ti dalam keterangan tertulis, Minggu (9/6/2024).

Mu’ti mengatakan, terkait persoalan ini, kewenangan penuh untuk mengambil keputusan ada di tangan PP Muhammadiyah. Sebelum mengambil tindakan, ia menegaskan permasalahan ini akan dikaji terlebih dahulu secara mendalam dari berbagai aspek dan perspektif.

“Ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis, tetapi melalui badan usaha disertai persyaratan yang harus dipenuhi,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *