Dugaan Rekayasa Kasus Narkoba Terbongkar di PN Tanjungbalai: CCTV Ungkap Polisi Sudah Kantongi Sabu Sebelum Tangkap Terdakwa Rahmadi

TANJUNG BALAI, JEJAKPOS.ID – Sidang kasus narkotika dengan terdakwa Rahmadi di Pengadilan Negeri Tanjungbalai diwarnai dengan terungkapnya fakta mengejutkan yang kian menguatkan dugaan adanya rekayasa kasus. Sebuah rekaman kamera pengawas (CCTV) yang diputar di persidangan memperlihatkan indikasi kuat bahwa barang bukti sabu-sabu seberat 10 gram yang menjerat Rahmadi ternyata sudah lebih dulu berada di tangan polisi sebelum penangkapan dilakukan.
Temuan krusial ini disampaikan oleh kuasa hukum Rahmadi, Victor Topan Ginting, dan menjadi sorotan utama dalam agenda pembacaan pledoi pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Rekaman CCTV dari toko pakaian tempat Rahmadi diamankan pada 3 Maret 2025 menjadi kunci pembelaan. Video yang juga viral di media sosial itu tidak hanya memperlihatkan detik-detik penangkapan yang diduga disertai penganiayaan, tetapi juga momen mencurigakan terkait barang bukti.
Kuasa hukum Rahmadi, Thomas Tarigan, mengungkapkan bahwa kliennya sempat mendengar ucapan anggota polisi yang menangkapnya. “Anggota polisi itu sempat berkata, ‘Barang buktimu sudah di sini,’ sambil menunjuk ke saku celananya,” ungkap Thomas.
“Artinya barang bukti itu sudah lebih dulu mereka kantongi. Fakta ini kian memperkuat dugaan bahwa kasus ini sarat rekayasa. Hentikan rekayasa kasus. Rahmadi layak bebas karena unsur pidana terhadapnya tidak terpenuhi,” tegas Thomas usai sidang.
Dugaan rekayasa ini semakin diperkuat dengan serangkaian kejanggalan lain dalam proses penyidikan. Thomas menyoroti penyitaan ponsel kliennya oleh tim Subdit III Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumut yang dipimpin Kompol Dedi Kurniawan (DK).
“Tidak ada satu pun percakapan di ponsel kliennya yang mengarah pada transaksi narkotika. Namun, ponsel tersebut tetap disita tanpa dokumen penyitaan maupun hasil analisis digital forensik,” jelas Thomas.
Lebih mencengangkan, setelah ponsel disita, uang senilai Rp11,2 juta di rekening Rahmadi justru raib dan berpindah ke rekening seorang perempuan berinisial boru Purba.

Tim penasihat hukum juga menyoroti adanya konflik kepentingan dan keterangan saksi yang dinilai tidak konsisten. Bahkan, salah satu saksi disebut memiliki hubungan dekat dengan aparat penegak hukum yang menangani perkara ini.
“Salah satu saksi bahkan merupakan anak buah dari orangtua Kompol DK, Kanit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut. Ini jelas konflik kepentingan yang tidak bisa diabaikan,” tegas Thomas.
Selain itu, dua terdakwa lain, Andre Yusnijar dan Ardiansyah Saragih alias Lombek, yang dalam dakwaan disebut sebagai jaringan Rahmadi, secara tegas mengaku tidak mengenalnya sama sekali.
Thomas Tarigan berharap majelis hakim menggunakan hati nurani dalam menilai perkara yang dakwaannya dinilai dibangun di atas dasar yang rapuh ini.
Di ruang sidang, Rahmadi membacakan nota pembelaannya dengan suara berat dan sesekali terisak, sementara wajahnya memerah menahan emosi. Kontras dengan suasana haru di pihak terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Maranata Simbolon yang sebelumnya menuntut Rahmadi sembilan tahun penjara, tampak gelisah dan menggoyangkan kakinya sepanjang pembacaan pledoi berlangsung.
Usai sidang, JPU Eko Maranata Simbolon memilih bungkam dan menyarankan konfirmasi ke Kejaksaan Negeri Tanjungbalai terkait dasar tuntutan tersebut.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Karolina Selfia Sitepu ditutup dengan agenda mendengarkan replik jaksa yang dijadwalkan pada Selasa, 14 Oktober 2025.