Era Baru Pemberantasan Korupsi BUMN: Revisi UU Beri KPK “Kepastian Hukum” Leluasa Mengusut

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik disahkannya revisi Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Kamis (2/10/2025). Regulasi baru ini dianggap sebagai tonggak penting yang memberikan keleluasaan dan kepastian hukum bagi lembaga antirasuah untuk lebih agresif mengusut dan mencegah kasus dugaan korupsi di sektor strategis tersebut.

Titik krusial dari revisi UU ini adalah penghapusan ketentuan yang sebelumnya menyebut anggota direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara. Dengan status mereka kini secara eksplisit dikategorikan sebagai penyelenggara negara, wilayah kerja KPK menjadi klir (jelas) dan bebas dari potensi sengketa kewenangan di masa depan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa kepastian status hukum ini memiliki dampak signifikan, baik dalam konteks penindakan maupun pencegahan.

“Maka UU tersebut menegaskan kembali keleluasaan dan kepastian hukum bagi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi pada sektor BUMN, baik dalam konteks penindakan maupun pencegahan,” kata Budi Prasetyo, saat dihubungi pada Jumat (3/10/2025).

Implikasi langsung dari perubahan status ini adalah penambahan kewajiban bagi jajaran pimpinan BUMN. Sebagai penyelenggara negara, mereka kini wajib melaporkan kepemilikan aset dan hartanya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Kewajiban ini merupakan instrumen pencegahan yang sangat penting.

Budi Prasetyo berharap, transparansi kepemilikan aset melalui LHKPN dapat menjadi salah satu instrumen pencegahan korupsi yang efektif dan menjadi early warning system bagi KPK untuk mendeteksi potensi penyimpangan kekayaan.

“Demikian halnya dalam konteks penindakan, di mana salah satu batasan kewenangan KPK adalah terkait status PN-nya. Sehingga dengan adanya UU ini menjadi klir [jelas], tidak ada lagi celah hukum,” tambahnya.

KPK memandang bahwa upaya-upaya pemberantasan korupsi ini sejalan dengan visi besar untuk mendukung BUMN dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Lingkungan bisnis yang bersih dari korupsi diharapkan dapat menciptakan iklim yang lebih efektif, efisien, dan berintegritas.

KPK menegaskan komitmennya untuk tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada aspek preventif. “KPK tentunya terbuka untuk terus melakukan pendampingan dan pengawasan, maupun bentuk-bentuk kolaborasi lainnya,” ujar Budi. Kolaborasi ini mencakup pelatihan antikorupsi, evaluasi sistem internal, dan penyusunan regulasi yang menutup celah-celah korupsi.

Sebagai informasi tambahan, pengesahan revisi UU BUMN dalam Rapat Paripurna DPR sehari sebelumnya (Kamis, 2/10/2025) juga membawa implikasi struktural pada kementerian yang menaungi BUMN. Dengan disahkannya aturan baru ini, nomenklatur dan status Kementerian BUMN kini resmi berubah menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).

Perubahan ini semakin memperkuat pondasi hukum bagi KPK untuk memastikan bahwa seluruh elemen yang terlibat dalam pengelolaan kekayaan negara di BUMN bekerja secara profesional dan akuntabel, tanpa ada lagi keraguan hukum mengenai status subjek yang dapat dijerat oleh undang-undang antikorupsi. KPK kini memiliki mandat yang lebih kuat untuk memastikan bahwa BUMN benar-benar menjadi pilar ekonomi negara yang bersih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup