GEMARAK Tuntut Dasatura dan Referendum Sipil

JAKARTA, JEJAKPOS.ID — Aliansi Gerakan Mahasiswa dan Rakyat (GEMARAK) menggelar konferensi pers di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) mengumumkan sikap politik mereka. GEMARAK mengajukan “Dasatura” atau sepuluh tuntutan rakyat, serta gagasan Referendum Sipil sebagai cara untuk mengembalikan demokrasi sejati di Indonesia.
Menurut mereka, mekanisme politik formal sudah tidak bisa lagi dipercaya karena dikendalikan oleh oligarki.
GEMARAK meyakini bahwa rakyat harus reset Indonesia dengan mengembalikan demokrasi sesuai amanat konstitusi dan bangkit melawan ketidakadilan struktural.
GEMARAK memandang bahwa saat ini saluran formal negara telah gagal menjalankan fungsinya, di mana rakyat tidak lagi terwakili, melainkan ditindas.
Oleh karena itu, Referendum Sipil dianggap sebagai jalan darurat bagi rakyat untuk mengambil alih mandat kedaulatan, menyatakan sikap secara langsung, dan menegaskan tuntutan yang harus dipenuhi.
Dasatura, yang merupakan hasil konsolidasi pada 30 Agustus 2025 dan digaungkan saat aksi pada 1 September 2025, berisi sepuluh tuntutan, di antaranya, Reformasi Polri dan Legislatif, mendesak Polri untuk membebaskan seluruh demonstran yang ditahan sejak 25 Agustus hingga 30 Agustus 2025, karena tindakan tersebut dinilai sebagai pembungkaman demokrasi.
GEMARAK juga menuntut reformasi di tubuh Polri, termasuk evaluasi Kompolnas agar menjadi alat kontrol rakyat, bukan pelindung elite.
Di sisi legislatif, GEMARAK menuntut agar tunjangan dan fasilitas DPR dicabut, gaji mereka diturunkan, serta transparansi penuh atas anggaran yang dikeluarkan.
Pengesahan dan Penolakan RUU, mendesak pengesahan RUU Pro-Rakyat seperti RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), dan RUU Masyarakat Adat. Di sisi lain, mereka menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU, seperti UU Pokok Agraria, KUHAP, dan Penyiaran, yang dianggap mengancam hak-hak warga negara dan kebebasan pers.
Gemarak juga menuntut reformasi sistem perpajakan dengan menerapkan pajak progresif yang adil, di mana orang kaya harus membayar lebih besar, bukan rakyat kecil.
Mereka juga menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merampas ruang hidup, seperti food estate dan tambang, yang merusak lingkungan dan menggusur masyarakat adat.
Selain itu Gemarak juga mendesak terwujudnya pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis dengan mengawal RUU Sisdiknas dan menolak skema pinjaman mahasiswa (student loan). GEMARAK juga menolak militerisme di ranah sipil, termasuk kehadiran militer di kampus dan pembangunan pengadilan militer di Universitas Riau, yang dinilai mengancam independensi akademik.
GEMARAK menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh hanya terbatas pada pemilu lima tahunan. Referendum Sipil harus diakui sebagai mekanisme bagi rakyat untuk menolak kebijakan yang merugikan, mengoreksi lembaga politik, dan menentukan arah pembangunan nasional.














