HKBP Tegas Tolak Terlibat Urusan Tambang

Jakarta, Jejakpos.id – Dua pekan terakhir muncul rencana pemerintah untuk menyerahkan wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ke enam ormas keagamaan, termasuk ormas keagamaan Protestan. Menanggapi hal itu, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) mengungkapkan ketidakinginannya terlibat dan berharap tak ada keterlibatan gereja dalam urusan pertambangan.

Dapat diketahui, keputusan pemerintah untuk memberikan izin pertambangan pada ormas tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Pemerintah telah mempersiapkan enam lahan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk selanjutnya dikelola para ormas, beberapa diantaranya yaitu lahan bekas PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (Mau) dan PT Kideco Jaya Agung.

Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pdt. Dr. Robinson Butarbutar dalam keterangannya, Sabtu (8/6/2024) menyampaikan sebagai gereja Protestan, berdasarkan isi Konfesi HKBP tahun 1996, HKBP ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia untuk atas nama pembangunan.

Sedari dulu kegiatan pertambangan telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi yang tidak lagi tertampung yang harus diatasi dengan beralih secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green energi seperti solar energi, wind energi dan yang lainnya yang masih akan dikembangkan.

“Bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai Gereja untuk bertambang. Kami sekaligus menyerukan agar di negeri kita pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang yang dalam pelaksanaan tugasnya tidak tunduk pada undang-undang yang telah mengaturkan pertambangan yang ramah lingkungan,” tegas Pdt Robinson.

Senada dengan Ephorus HKBP, Akademisi Universitas HKBP Nommensen Dr Dimpos Manalu sangat mendukung sikap HKBP karena ormas harus menjadi kontrol buat negara dalam menjalankan pemerintahan. Terkhusus, ketika negara membiarkan korporasi acapkali menindas hak-hak masyarakat adat dan merusak lingkungan, maka di situlah kehadiran ormas keagamaan diharapkan untuk menyampaikan suara kenabian.

“Ormas keagamaan lahir dari ‘rahim’ rakyat, bukan negara dan harus mengabdi pada kepentingan rakyat. Jika Ormas keagamaan bertindak sebagai ‘pengusaha’ atau korporasi, mereka akan mengalami konflik kepentingan dan kehilangan posisi untuk bersikap kritis,” katanya.

“Pemberian izin pengelolaan atau pengusahaan tambang pada ormas keagamaan adalah bentuk lain dari ‘populisme’ yang dibangun Pemerintahan Jokowi selama ini. Populisme adalah gaya kekuasaan yang seolah-olah merakyat, namun maksudnya adalah mengurangi semangat oposisi (sikap kritis) pada kekuasaan,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *