KPK Tetapkan Kajari Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka Pemerasan

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU), Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di wilayahnya. Selain pemerasan, APN juga diduga memotong anggaran operasional kejaksaan untuk kepentingan pribadi.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa APN diduga menerima uang hasil pemerasan dari sejumlah perangkat daerah dengan total mencapai Rp804 juta. Uang tersebut diterima baik secara langsung maupun melalui sejumlah perantara.
“APN menerima aliran uang secara langsung maupun melalui perantara, yakni ASB selaku Kasi Intel Kejari HSU dan TAR selaku Kasi Datun Kejari HSU, serta pihak lainnya,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).
Menurut KPK, uang tersebut berasal dari hasil pemerasan terhadap sejumlah instansi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta RSUD setempat. Pemerasan dilakukan dengan modus permintaan uang yang disertai ancaman agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari HSU tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Asep menjelaskan, penerimaan Rp804 juta tersebut dilakukan melalui dua klaster perantara pada periode November hingga Desember 2025. Melalui perantara TAR, APN menerima Rp505 juta yang bersumber dari Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta. Sementara melalui ASB, APN menerima Rp149,3 juta dari Kepala Dinas Kesehatan HSU.
Selain itu, ASB yang juga berperan sebagai perantara APN diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak lainnya sebesar Rp63,2 juta selama periode Februari hingga Desember 2025.
Tak hanya pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara. Dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan operasional pribadi dan berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebesar Rp257 juta tanpa dilengkapi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), serta potongan dari unit kerja atau seksi di lingkungan kejaksaan.
KPK juga mengungkap adanya penerimaan lain sebesar Rp450 juta yang diduga diterima APN secara tidak langsung melalui rekening bank milik istrinya. Selain itu, APN disebut menerima uang masing-masing sebesar Rp45 juta dari Kepala Dinas PU dan Sekretaris DPRD HSU pada periode Agustus hingga November 2025.
Sementara itu, TAR yang juga menjadi perantara APN diduga turut menerima aliran uang hingga Rp1,07 miliar. Rinciannya, Rp930 juta diterima dari Kepala Dinas Pendidikan HSU pada 2022 dan Rp140 juta dari pihak rekanan pada 2024.
Jika ditotal, KPK menyebut aliran dana yang masuk ke kantong APN dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp1 miliar. Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan, penyidik KPK juga menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp318 juta dari kediaman APN.














