MALUKU TENGAH, JEJAKPOS.ID – Negeri Mamala, yang terletak di Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, adalah wilayah strategis di pesisir utara Pulau Ambon. Dengan potensi kelautan, perikanan, dan pariwisata yang melimpah, daerah ini seharusnya menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Maluku.
Namun, harapan itu pupus ketika infrastruktur dasar, seperti Jembatan yang berada di desa Mamala, justru dibiarkan dalam kondisi memprihatinkan.
Jembatan yang seharusnya menjadi penghubung vital bagi aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat kini tak lagi bisa dilalui oleh kendaraan berat, bahkan kondisi fisiknya semakin mengancam keselamatan pengguna. Sungguh ironis, ketika pemerintah daerah, DPRD, dan dinas terkait, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemenuhan hak dasar masyarakat, justru absen dari persoalan ini.
Bagaimana mungkin fasilitas umum yang menjadi urat nadi perekonomian daerah ini dibiarkan begitu saja tanpa solusi konkret? Apakah pemerintah daerah hanya bekerja berdasarkan tekanan politik dan bukan atas dasar kepentingan rakyat? Jika demikian, maka patut dipertanyakan apakah keberadaan mereka masih relevan bagi rakyat atau hanya sekadar simbol kosong tanpa substansi.
Jembatan yang Dijadikan Alat Politik: Manipulasi atau Pengkhianatan?
Yang lebih menyakitkan bagi masyarakat Mamala adalah kenyataan bahwa jembatan ini sering kali menjadi komoditas politik saat pemilihan kepala daerah. Berbagai kandidat yang bertarung dalam Pilkada 2024 lalu menjadikan isu jembatan ini sebagai bahan kampanye untuk meraih simpati dan suara. Namun, setelah kontestasi berakhir, semua janji menguap begitu saja tanpa jejak.
Praktik seperti ini bukan hanya manipulatif tetapi juga mencerminkan rendahnya moralitas politik di daerah. Menggunakan penderitaan rakyat sebagai alat meraih kekuasaan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh masyarakat. Jika pola seperti ini terus berulang, maka tak heran jika kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan semakin tergerus.
Eksistensi Negara: Masihkah Layak Dipercaya?
Dalam perspektif hukum dan ekonomi, jembatan adalah instrumen penting dalam menghubungkan desa dengan kota, membuka akses perdagangan, serta mempercepat distribusi barang dan jasa. Ketika infrastruktur dasar seperti ini diabaikan, maka itu bukan sekadar masalah teknis, melainkan indikasi dari kegagalan pemerintah setempat dalam menjalankan tugasnya.
Seharusnya Negara, dalam hal ini pemerintah daerah dan pusat, memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk penyediaan infrastruktur yang layak. Jika hal mendasar seperti jembatan pun tak bisa mereka wujudkan, bagaimana mungkin rakyat percaya bahwa pemerintah mampu memenuhi kebutuhan yang lebih kompleks?
Ketidakpedulian terhadap kondisi ini bukan hanya mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan, tetapi juga membuktikan bahwa pemerintah masi belum benar-benar hadir dalam kehidupan rakyat.
Jembatan bukan sekadar infrastruktur fisik, tetapi juga simbol kehadiran negara dalam kehidupan rakyat. Ketika pemerintah gagal membangun jembatan yang layak, maka itu bukan hanya masalah teknis, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Jika pemerintah benar-benar hadir, seharusnya masyarakat tidak perlu berteriak hanya untuk mendapatkan hak dasar mereka.
Lantas, di mana eksistensi pemerintah setempat hari ini? Apakah kita hanya dijadikan objek politik tanpa ada kepastian atas hak-hak kita? Jika pemerintah daerah dan DPRD tetap bungkam sampai detik ini. maka saya sebagai bagian dari masyarakat Mamala berhak menuntut keadilan ataupun janji yang pernah di suarakan saat momentum politik. Pemerintah tidak boleh bersembunyi di balik dalih birokrasi sementara rakyatnya terabaikan dan kesusahan.
Harapan saya di pemerintahan kali ini bisa menghadirkan gerakan-gerakan perubahan yang ada pemanfaatan dan keuntunhan bagi masyarakat setempat.