Pakar Desak KPK Jemput Paksa Gubernur Bobby Nasution sebagai Saksi.

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi desakan keras dari kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi untuk menunjukkan ketegasan dalam proses hukum. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK didesak untuk mengambil langkah drastis, yakni menjemput paksa Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bobby Nasution, guna memastikan kehadirannya sebagai saksi kunci dalam sidang dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumut.
Desakan ini disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menyusul absennya Bobby Nasution dalam beberapa kali panggilan pengadilan. Ficar menekankan bahwa lembaga antirasuah tidak boleh menunjukkan keraguan, apalagi di tengah kasus korupsi yang melibatkan anggaran daerah bernilai fantastis.
Ficar Hadjar menegaskan bahwa secara hukum, JPU KPK tidak memiliki alasan untuk menunda tindakan jemput paksa. Dasar hukumnya tertuang jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Ya, KPK harus menghadirkan Gubsu sekalipun dengan cara paksa, karena ada dasar hukum KUHAP-nya. Jika dipanggil tidak mau datang, bisa dipanggil paksa,” kata Ficar Hadjar ketika dihubungi Inilah.com, Sabtu (8/11/2025).
Desakan ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa Ketua Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Khamozaro Waruwu, telah secara eksplisit memerintahkan jaksa penuntut untuk menghadirkan yang bersangkutan di persidangan. Perintah dari lembaga yudikatif ini menempatkan tanggung jawab penuh kepada KPK untuk segera bertindak.
Ficar secara terbuka bahkan menantang integritas pimpinan KPK, termasuk Setyo Budiyanto Cs, untuk tidak bersikap ragu atau menjadi pengecut saat berhadapan dengan pejabat publik yang memiliki jabatan strategis.
Kasus yang menyeret nama Gubsu Bobby Nasution ini adalah dugaan suap terkait proyek jalan senilai lebih dari Rp150 miliar, yang melibatkan eks Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting, dan terdakwa Dirut PT Dalihan Na Tolu, Akhirun Piliang.
Menurut analisis hukum Ficar, keterangan Bobby Nasution sangat vital, bukan hanya untuk memastikan aliran dana suap, tetapi yang lebih krusial adalah untuk mengulik dugaan kerugian negara dalam proses pergeseran anggaran APBD yang mendasari proyek tersebut.
“Kehadiran Bobby penting untuk mengulik dugaan kerugian negara dalam pergeseran anggaran APBD yang menjadi fondasi proyek senilai lebih dari Rp150 miliar tersebut,” jelas Ficar. Sebagai Gubernur, Bobby dianggap memegang kunci persetujuan politik dan administrasi terhadap kebijakan anggaran daerah. Kehadirannya dapat menjelaskan apakah proses persetujuan anggaran tersebut bersih dari intervensi atau transaksi terlarang.
Kegagalan KPK menghadirkan saksi sepenting Bobby Nasution dikhawatirkan akan melemahkan pembuktian di pengadilan dan berpotensi meringankan hukuman para terdakwa. Hal ini akan mengirimkan pesan negatif kepada publik mengenai komitmen KPK dalam memberantas korupsi di tingkat elite daerah. Publik menanti langkah berani KPK untuk membuktikan bahwa hukum tidak pandang bulu, terlepas dari kedudukan atau jabatan.














