Jakarta, Jejakpos.id – Pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto terkait multifungsi menimbulkan pro dan kontra. TNI seharusnya fokus di bidang pertahanan dan keamanan.
“Ketika panglima endorse multifungsi sehingga revisi UU TNI jadi kebutuhan karena bukan lagi dwifungsi, ini sesuatu yang sangat bahaya dalam demokrasi,” tutur Ketua Centra Initiative Al Araf , Rabu (12/6/2024).
Al Araf mengingatkan kembali penghapusan dwifungsi ABRI saat reformasi 1998, dimana masyarakat sipil menghendaki tugas dan fungsi militer kembali ke barak dan menjalankan fungsi pertahanan.
“Sejatinya fungsi militer dilatih dan dididik untuk perang jadi tidak ikut dalam domain sipil.” jelas dia.
Al Araf mengatakan komitmen reformasi tahun 1998 mengharuskan presiden dan DPR menjunjung tinggi komitmen tersebut. Agar kejadian di masa orde baru (orba) tidak terulang kembali.
“Waktu orba jadi blur dalam melihat sistem politik dan birokrasi karena birokrasi didominasi militer aktif dan karakter rezim otoritarian. Itu berbahaya,” ucap dia.
Al Araf mengatakan reformasi menjadikan demokrasi sebagai sistem politik. Sistem tersebutlah yang mewajibkan diferensiasi fungsi dan tugas antara militer dengan sipil.
“Militer menjalankan fungsi pertahanan, birokrasi memberi pelayanan ke publik dengan karakter dan doktrin berbeda,” pungkasnya.