Jakarta, Jejakpos.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah memutuskan ru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12% per 1 Januari 2025. Kebijakan PPN 12% ini diambil berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di Bab IV Pasal 7 ayat (1) huruf (b) yang menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyampaikan bahwa di pasal 7 nomor (3) dan (4) yang memberikan kewenangan pemerintah untuk menetapkan tarif PPN di rentang 5 persen hingga 15 persen melalui Peraturan Pemerintah. Poin ini, sambung Huda, sekaligus membantah klaim Menkeu Sri Mulyani yang mengatakan “hanya” mematuhi Undang-Undang.
“Masih ada peluang pemerintah untuk membantu masyarakat agar tidak terbebani beban terlalu berat. Pajak karbon harusnya tahun 2022 dilaksanakan, namun sampai saat ini tidak diimplementasikan,” ucap Huda pada Sabtu (16/11/2024).
Lebih lanjut, Huda menilai bahwa saat ini pemerintah memang butuh uang untuk menambal defisit anggaran yang melebar. Dan hal yang paling mudah dilakukan bagi pemerintah adalah untuk menambal defisit anggaran tersebut adalah dengan menaikkan tarif PPN.
“Namun, ada pos penerimaan lain yang belum tergarap yaitu penerimaan negara sektor tambang yang masih banyak ilegal. Hasyim pernah menyampaikan ada Rp300 triliun dari pengemplang pajak, kenapa hal itu tidak didahulukan? Alih-alih menaikkan tarif PPN,” ungkapnya.
Huda juga menyebut bahwa tarif PPN Indonesia sebesar 11% masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dan bahkan negara-negara OECD.
“Tarif PPN di Malaysia hanya 8 persen, sedangkan Singapura 9 persen. Tarif PPN paling tinggi adalah Filipina sebesar 12 persen,” imbuhnya.
Atas dasar tersebut, Huda meminta kenaikan tarif PPN di tahun 2025 wajib dibatalkan.
“Akhir kata, pemerintah punya peluang untuk membuat tarif PPN yang tidak membebani masyarakat lebih dalam, pemerintah punya kesempatan meringankan beban masyarakat. Namun pemerintah justru menambah beban yang dipikul oleh masyarakat,” tandasnya.