Jakarta, Jejakpos.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menghormati proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) dan akan mematuhi putusan MK terkait judicial review Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang telah diputuskan pada 31 Oktober 2024.
“Kami memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara perlindungan hak pekerja/buruh, dan kepentingan dunia usaha. Namun, kami juga mendorong semua pihak untuk dapat melihat dampak dari putusan ini dalam perspektif yang lebih luas, terutama di tengah dinamika ekonomi saat ini,” ujar Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani pada Jumat (01/11/2024).
Perekonomian Indonesia, sambung Shinta, saat ini tengah menghadapi berbagai tekanan dan pelambatan imbas dari tantangan ekonomi global. Selama beberapa bulan terakhir, tren deflasi menunjukkan penurunan daya beli masyarakat, yang berdampak besar pada konsumsi domestik.
“Kondisi ini secara langsung memengaruhi berbagai sektor usaha, terutama industri padat karya yang memiliki ketergantungan besar pada stabilitas perekonomian nasional. Dalam situasi ini, fleksibilitas dalam kebijakan ketenagakerjaan menjadi sangat penting untuk memungkinkan dunia usaha menyesuaikan diri dengan cepat dan efektif, guna mempertahankan kelangsungan operasional dan tetap berkontribusi pada perekonomian,” terangnya.
Shinta menilai, dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa ketentuan kunci UU Cipta Kerja, hal ini dapat memicu ketidakpastian regulasi yang berdampak pada iklim investasi. Pasalnya, stabilitas regulasi dan kepastian hukum adalah faktor kunci bagi pelaku usaha dan investor dalam membuat perencanaan jangka panjang.
“Tanpa kepastian ini, Indonesia berisiko menurunkan daya tariknya sebagai tujuan investasi, yang pada gilirannya dapat memperlambat aliran modal baru dan bahkan memengaruhi ketahanan investasi yang sudah ada,” imbuhnya.
Selain itu, Shinta menegaskan bahwa perubahan 21 pasal yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi ini akan membuat dunia usaha mengukur kembali dampak yang ada terhadap kondisi dan perencanaan perusahaan ke depan, terutama yang berpotensi meningkatkan beban operasional. Beban operasional yang lebih tinggi akan menekan stabilitas produksi, terutama di sektor padat karya seperti manufaktur, yang mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah besar dan sensitif terhadap perubahan biaya tenaga kerja.
“Saat ini Apindo akan mengkaji lebih dalam dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi, terutama untuk kebijakan yang berdampak di klaster ketenagakerjaan. Kami juga mendorong pemerintah untuk melibatkan dunia usaha dalam pembahasan substantif untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi ini,” tegas Shinta.
Di sisi lain, terkait dengan proses penetapan Upah Minimum untuk tahun 2025 yang sudah diambang pintu, Apindo berharap agar proses penetapan upah minimum untuk tahun 2025 masih tetap mengikuti ketentuan yang ada sebelum terbitnya putusan MK No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024.
“Hal ini mengingat kerumitan yang akan terjadi di seluruh daerah bahkan di tingkat perusahaan apabila putusan MK terkait tentang upah minimum langsung diberlakukan dan menjadi acuan penetapan upah minimum tahun 2025,” beber Shinta.
Apindo berharap dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan ke depan, keputusan-keputusan yang diambil agar mempertimbangkan situasi ekonomi makro yang dihadapi dunia usaha.