Ribuan Eks Karyawan Sritex Tuntut Pesangon dan THR Terkatung Akibat Jeratan Pailit.

SUKOHARJO, JEJAKPOS.ID – Peringatan Hari Pahlawan pada Senin (10/11/2025) di Sukoharjo diwarnai oleh pemandangan miris sekaligus heroik. Ribuan mantan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), atau yang dikenal sebagai Sritex, berkumpul dalam aksi damai di depan gerbang bekas pabrik, menyuarakan tuntutan atas hak-hak mereka yang terampas.
Aksi massa yang melibatkan keluarga dan buruh ini merupakan ekspresi kekecewaan mendalam terhadap kejelasan pembayaran pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) yang hingga kini, sejak perusahaan raksasa tekstil itu dinyatakan pailit, tak kunjung cair. Bagi ribuan keluarga, perjuangan mendapatkan hak ini adalah pertaruhan atas keberlangsungan hidup.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Perindustrian dan Ketenagakerjaan (Disperinaker) Sukoharjo, tercatat sekitar 4.000 karyawan terdampak langsung oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang mengikuti putusan pailit Sritex. Angka ini mencerminkan dampak sosial yang masif di wilayah Sukoharjo dan sekitarnya.
Di tengah aksi, para demonstran membawa spanduk bertuliskan kalimat-kalimat yang menuntut keadilan. Tuntutan utama mereka jelas: prioritaskan hak buruh. Mereka merasa jasa dan pengabdian puluhan tahun mereka kini terabaikan di tengah hiruk pikuk proses hukum kepailitan.
“Kami berjuang di Hari Pahlawan karena kami merasa hak kami sebagai pahlawan industri telah diabaikan. Kami hanya minta kejelasan, sampai kapan kami harus menunggu pesangon yang menjadi hak kami?” teriak salah satu orator aksi yang disambut pekikan setuju ribuan massa.
Masalah utama yang menghambat pencairan hak-hak ini adalah proses lelang aset dan penyelesaian kewajiban oleh Kurator yang ditunjuk pengadilan. Dalam rezim kepailitan, meskipun hak buruh seharusnya menjadi kreditur preferen (piutang yang diutamakan), implementasinya di lapangan seringkali berlarut-larut karena rumitnya verifikasi aset dan keberatan dari kreditur lain.
Massa menuntut agar Kurator segera bersikap transparan terkait nilai aset yang berhasil dijual dan jadwal pasti pencairan dana THR dan pesangon. Ketidakpastian ini telah memaksa ribuan mantan karyawan mencari pekerjaan serabutan atau bahkan terjerat utang untuk menopang kebutuhan sehari-hari.
Aksi damai ini menjadi sorotan tajam bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar segera mengambil langkah intervensi. Para buruh berharap ada tekanan politik dan hukum yang kuat agar Kurator tidak menunda lagi pembayaran hak-hak normatif, sehingga semangat perjuangan para pahlawan industri ini mendapatkan penyelesaian yang adil dan bermartabat.














