Jakarta, Jejakpos.id – Mahkamah Agung (MA) tengah menggelar sidang peninjauan kembali (PK) kasus suap yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. Kemerdekaan hakim dalam memutus perkara itu diminta tidak diusik.
“Sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,” kata Akademisi Bidang Hukum dari Universitas Esa Unggul, Indri Rahmat Isnaini, melalui keterangan tertulis, Selasa (15/10/2024).
Andri menjelaskan kemerdekaan hakim dalam memutus perkara merupakan harga mati berdasarkan undang-undang yang berlaku. Pengambilan keputusan harus berdasarkan bukti dalam persidangan.
“Kebebasan hakim ini harus berlandaskan obyektifitas dari perkara itu sendiri,” ucap Andri.
MA juga didesak memastikan persidangan PK Mardani berjalan dengan semestinya. Para hakim didorong menjaga muruah pemberantasan korupsi dalam putusannya.
“Seberapa dekat hakim tersebut mengadili perkara tersebut berdasarkan asas-asas hukum yang baik dan benar dan berdasarkan KUHAP dan UU terkait secara komprehensif,” ujar Andri.
Praktisi Hukum sekaligus mantan Hakim Irwan Yunus juga meminta kemerdekaan hakim tetap dijaga dalam memutus PK Mardani. Eksaminasi terkait perkara itu yang sebelumnya muncul diharap diabaikan para majelis.
“Jadi pandangan saya hakim PK tentunya atau tidak akan terpengaruh dengan buku atau tulisan (eksaminasi) tersebut. Karena itu bentuk pembelaan dalam bentuk lain( pendapat ahli),” ucap Irwan.
Mardani Maming divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, pada Jumat, 10 Februari 2023. Dia terbukti menerima suap Rp118 miliar dari pengurusan IUP batu bara, saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.
Mardani pun mengajukan banding atas vonis itu. Namun, Pengadilan Tinggi Banjarmasin justru menambah bui untuk Mardani menjadi 12 tahun.