Suara Pendidik Tegaskan Kesejahteraan Guru Kunci Mutu Pendidikan Nasional

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Di tengah hiruk-pikuk perkembangan pendidikan nasional, sebuah diskusi krusial berlangsung dalam suasana yang sederhana namun sarat makna di Kampus B Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA), Jakarta Selatan, Sabtu (13/12). Jauh dari kesan kaku ruang seminar berpendingin udara, sebanyak 37 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan undangan khusus berkumpul di area ikonik kampus, “DPR” (Dibawah Pohon Rindang).

Di lokasi yang sejuk ini, Diskusi KBM UNINDRA menggelar forum akademik bertajuk “Membangun Kesejahteraan Guru dan Dosen sebagai Kunci Pendidikan dan Teruskan Program Pendidikan yang Pernah Berjalan”. Topik ini menjadi pemantik perbincangan hangat mengenai nasib para “Oemar Bakri” di era modern tahun 2025.

Latar belakang diskusi ini berangkat dari keresahan kolektif akan realitas pendidikan nasional. Para akademisi UNINDRA menyadari bahwa kecanggihan kurikulum dan teknologi tidak akan berarti banyak tanpa peran vital guru dan dosen. Mereka adalah ujung tombak yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter generasi penerus bangsa.

Dalam forum tersebut, terungkap pandangan tajam bahwa menuntut kualitas pendidikan kelas dunia tanpa membenahi kesejahteraan pendidiknya adalah sebuah utopia.

“Kesejahteraan tenaga pendidik adalah prasyarat mutlak, bukan sekadar pelengkap,” demikian benang merah yang mencuat dalam diskusi. Para peserta sepakat bahwa aspek kesejahteraan ini harus dilihat secara holistik. Bukan melulu soal nominal gaji dan tunjangan, melainkan mencakup dimensi yang lebih luas: stabilitas ekonomi, jaminan sosial, hingga kesehatan psikologis para pengajar.

Diskusi yang berlangsung interaktif ini membedah lebih dalam definisi “sejahtera”. Para peserta menyoroti beban tersembunyi yang kerap menggerogoti profesionalisme guru dan dosen, yakni tumpukan beban administrasi yang kian masif.

Forum menyepakati bahwa perlindungan kerja, kepastian jenjang karier, serta pengurangan beban administratif yang tidak esensial harus menjadi prioritas. Ketika seorang dosen atau guru terlalu disibukkan dengan urusan pemberkasan yang rumit, waktu mereka untuk meriset, mengajar, dan berinovasi bagi mahasiswa otomatis terpangkas.

“Peningkatan kesejahteraan berbanding lurus dengan motivasi kerja. Jika dosen tenang secara finansial dan batin, kinerja akademik dan kualitas proses pembelajaran di kelas pasti melonjak,” ungkap salah satu poin diskusi yang diamini oleh seluruh peserta.

Selain isu kesejahteraan, sorotan tajam juga diarahkan pada konsistensi kebijakan pendidikan nasional. Forum ini menekankan urgensi keberlanjutan program (sustainability). Peserta diskusi menilai, program-program yang telah terbukti memberikan dampak positif, seperti Kampus Merdeka, tidak boleh berhenti di tengah jalan hanya karena pergantian kebijakan atau kepemimpinan.

Para civitas akademika UNINDRA mendorong agar program yang sudah berjalan baik terus dilanjutkan dengan penyempurnaan. Hal ini membutuhkan evaluasi akademik yang komprehensif serta, yang tak kalah penting, pelibatan aktif guru dan dosen dalam setiap tahapannya—mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Suara dari lapangan harus didengar agar kebijakan tidak menjadi menara gading.

Tidak ingin diskusi ini berakhir sebatas wacana, forum KBM UNINDRA melahirkan sejumlah rekomendasi strategis. Institusi pendidikan didorong untuk mengambil peran lebih agresif sebagai mediator antara kebijakan pemerintah pusat dengan kebutuhan riil para pendidik di lapangan.

Sebagai langkah nyata, disepakati perlunya pembentukan tim kajian khusus. Tim ini nantinya bertugas merumuskan usulan peningkatan kesejahteraan secara terperinci dan menyusun peta jalan (roadmap) evaluasi pengembangan program pendidikan yang berkelanjutan.

Diskusi yang berakhir pada sore hari itu menaruh harapan besar. Dari diskusi sederhana di bawah pohon rindang Kampus B UNINDRA ini, diharapkan lahir gelombang pemikiran akademik yang mampu mendorong terciptanya sistem pendidikan yang tidak hanya unggul dan adaptif, tetapi juga memanusiakan para pendidiknya. Sebab, memuliakan guru dan dosen adalah fondasi utama untuk meninggikan derajat bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup