Warga Ungkap Praktik Janggal di Yayasan ART Jagakarsa: Calon Pekerja Didenda, HP Disadap, hingga Dipermalukan Sebagai DPO

JAKARTA, JEJAKPOS.ID – Praktik dugaan pemerasan dan eksploitasi di yayasan penyalur Asisten Rumah Tangga (ART), PT Cahaya Ibu Berkarya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, semakin terkuak dari kesaksian warga sekitar. Warga mengungkap adanya sistem yang dianggap janggal, mulai dari kewajiban membayar denda bagi calon pekerja yang membatalkan kontrak, hingga tindakan penyadapan telepon seluler (HP) dan mempermalukan korban di media sosial.

Seorang warga sekitar, yang ditemui wartawan pada Jumat (24/10/2025), mengaku sudah sering mendengar keluhan dari calon ART yang datang dari luar daerah.

“Udah capek-capek datang ke sini, itu yang masuk di sini udah makan, disuruh bayar denda kalau nggak jadi,” ujarnya.

Warga tersebut menuturkan, denda dikenakan bahkan jika calon pekerja tersebut hanya sekadar makan dan minum di lokasi penampungan. Ia mencontohkan, pernah ada calon pekerja yang beruntung karena menolak tawaran makan dan minum sehingga terhindar dari kewajiban denda yang dialami orang lain.

Lebih jauh, warga tersebut juga menceritakan adanya insiden seorang calon ART yang mencoba kabur dari yayasan. Bukannya diberi izin, pekerja tersebut justru diteriaki maling oleh pihak dalam yayasan.

“Kemarin yang kabur ada juga diteriaki maling, makanya orang sini nggak pada ngejar. Karena orang sini udah pada tau soal yayasan ini,” katanya.

Warga ini juga mengungkapkan adanya tindakan yang dinilai melanggar privasi, yaitu dugaan penyadapan ponsel. “HP sampai disadap-sadap, HP kan ibaratnya privasi kita, jadi itu yayasan tau kalau WA-an sama siapa-siapa,” tuturnya.

Puncaknya, orang yang berhasil melarikan diri tersebut bahkan dipermalukan di media sosial.

“Waktu itu ada yang datang ngasih tau, ‘Nih, Bu, kalau pengen tau, kemarin yang diteriaki maling dijadiin poster DPO.’ Kejam banget kan. Katanya biar kalau dia mau kerja nggak diterima di mana-mana,” ungkapnya.

Poster tersebut disebut berisi tuduhan bahwa korban telah membawa kabur sejumlah uang, serta memampang foto dan data pribadinya, termasuk KTP, secara terbuka di media sosial, menjadikannya Daftar Pencarian Orang (DPO) palsu.

Prihatin dengan praktik janggal tersebut, warga sekitar mengaku kini lebih berhati-hati.

“Kalau ada orang yang tanya dan mau daftar ke sini, saya suruh duduk dulu. Saya fahamin dia, bukan menjelekkan atau apa, tapi buat wawasan sebelum terlanjur masuk ke situ. Soalnya banyak yang masuk kasihan, banyak yang kabur,” tutupnya, berharap tidak ada lagi calon pekerja yang terjebak dalam kondisi serupa di yayasan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup